Senin, 12 Januari 2009

Photo-Photo Keluarga
















1. Syiroja Isyatirrodiyah.
Lahir: Palembang, 24
Juli 1994
Pendidikan: SD Negeri
15 Palembang,SMP Negeri 17 Palembang, sekarang SMAN 1 Palembang.
Cita-cita: Dosen
Hobi : Membaca,
menulis.

2. Muhammad Abdani Salsabila
Lahit : Palembang, 15 Juli
1999 Pendidikan: SD Negeri 15
Palembang Cita-Cita: Ahli
Fisika, Hobi: Main game, melukis di komputer,
ngutak-ngatik barang
3 elektronik.





3. Muhammad Abdillah Zanjabila.
Lahir: Palembang,10 Juni 2006
Pendidikan : Belum
Cita-cita: Belum
Hobi: Bermain







2















Jumat, 09 Januari 2009

Landasan Kebijakan Pemerintah dalam Teknologi Pendidikan (Tugas Mata Kuliah Dasar-Dasar Teknologi Pendidikan) / http://harmadi-derasid.blogspot.com/

LANDASAN KEBIJAKAN PEMERINTAH

DALAM TEKNOLOGI PENDIDIKAN

Oleh: Harmadi

1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah guna tercapainya cita-cita dalam bidang pendidikan sepeerti yang diamanatkan oleh pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya yang dilakukan tersebut berupa pembaharuan atau inovasi dalam bidang pendidikan. Pembaharuan atau inovasi pendidikan merupakan suatu perubahan yang baru, yang kualitatif dan berbeda dari sebelumnya, serta sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan dalam pendidikan (Wijaya, Djajuri, dan Rusyan, 1988:7).

Untuk itu pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam pendidikan. Kebijakan-kebijakan tersebut tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945, program-program, undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, dan sebagainya. Kebijakan-kebijakan tersebut sudah banyak yang dikeluarkan oleh pemerintah, di antaranya ada yang berkaitan dengan teknologi pendidikan.

Pengertian teknologi pendidikan yang dimaksud bukan hanya alat-alat bantu belajar saja seperti audio, audio visual, dan sebagainya, melainkan perencanaan, desain kurikulum, evaluasi kurikulum, analisis pengalaman belajar, implementasi program dan reinovasi belajar dan sebagainya. Jadi teknologi pendidikan menyangkut teori dan praktek, sehingga teknologi pendidikan bersifat rasional, menggunakan problem solving approach dalam pendidikan dan skeptis serta sistematis dalam cara berfikir tentang belajar dan membelajarkan.

Untuk lebih jelasnya Donal P. Ely seperti yang dikutip oleh Wijaya, Djajuri dan Rusyan (1988:39) mengatakan bahwa teknologi pendidikan adalah suatu bidang yang mencakup berbagai fasilitas belajar melalui identifikasi yang sistematis, pengembangabn, pengorganisasim dan penggunaan sumber-sumber yang maksimal dan penghelolaabn prosesnya.

Dari uraian di atas maka dapat kita contohkan beberapa bentuk perubahan di dalam bidang pendidikan. Contoh-contoh tersebut ialah: Proyek Pamong atau SD pamong, radio pendidikan, televisi pendidikan, SMP Terbuka, Program Kesetaraan Paket A, B, C, pembelajaran jarak jauh, dan sebagaianya. Contoh-contoh tersebut merupakan upaya yang dilakukan dalam pembaharuan bidang pendidikan oleh pemerintah terutama yang berkaitan dengan teknologi pendidikan.

B. Perumusan Masalah dan Batasan Masalah.

Dari uraian di atas, maka yang menjadi masalah adalah apa sajakah kebijakan pemerintah dalam pendidikan yang berkaitan dengan teknologi pendidikan ?

Karena kebijakan pemerintah itu terlalu luas apabila dilihat dari segi waktunya, maka rumusan masalah tersebut dibatasi hanya kebijakan yang tertuang dalam UUD 1945 dan Program Pembangunan Nasional 1999-2004 dan 2004-2009.

2. PEMBAHASAN

A Kebijakan-Kebijakan Umum

Secara umum kebijakan pemerintah tertuang dalam UUD 1945 yaitu pasal 28 huruf c, e; dan pasal 31. Bunyi pasal 28 huruf c adalah sebagai berikut.

Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi m,eningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.

Sedangkan dalan pasal 28 huruf e disebutkan sebagai berikut.

Setiap orang bebas memeluk agama, dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.

Dalam pasal 31 dikatakan sebagai berikut.

1. Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan.

2. Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

3. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional.

4. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-jkurangnya 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

5. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan manusia.

Dari beberapa pasal di atas, tampak jelas bahwa pendidikan merupakan bidang yang sangat penting dan diutamakan dalam pembangunan. Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan, bahkan menjadi suatu kewajiban terutama pendidikan dasar. Sebagai konsekuensinya pemerintah wajib pula membiayainya dengan anggaran yang diprioritaskan. Selain pembiayaan pemerintah melakukan program-program atau kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan peningkatan pendidikan baik mutu maupun jumlah. Sehingga apapun bentuknya akan dilakukan oleh pemerintah guna meningkatkan parsisipasi belajar peserta didik asal sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan. Dengan adanya komitmen pemerintah, diharapkan masyarakat atau warga akan mendapatkan kesempatan belajar.

Selain dalam UUD 1945, kebijakan-kebijakan yang bersifat umum juga terdapat dalam program-program pembangunan. Sebelum era reformasi kebijakan pembangunan tertuang dalam GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara) atau dalam Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun). Namun setelah itu kebijakan pembangunan tidak lagi tertuang dalam GBHN dan Repelita, melainkan tertuang dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas). Dalam pembahasan ini ada dua Program Pembangunan Nasional Tahun 1999-2004 dan Program Pembangunan Nasional Tahun 2004-2009.

v Program Pembangunan Nasional (1999-2004)

Di dalam Propenas 1999-2004 Bab VII terdapat Pembangunan Pendidikan. Di dalamnya memuat program-program baik untuk Pendidikan Dasar dan Prasekolah, Pendidikan Menengah, Pendidikan Tinggi, maupun pendidikan luas sekolah. Di antara program-program tersebut terdapat Program Pembinaan baik berupa pembinaan Pendidikan Dasar dan Prasekolah, maupun Pendidikan Menengah. Di dalam program pembinaan inilah ada tujuan yang hendak dicapai antara lain: meningkatkan kesamaan kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi kelompok yang kurang beruntung, termasuk mereka yang tinggal di daerah terpencil dan perkotaan kumuh, daerah bermasalah, masyarakat miskin, dan anak yang berkelainan. Sasaran yang hendak dicapai dalam program ini antara lain

meningkatnya angka partisipasi kasar (APK) untuk SD/MI, SLTP/MTs, SMU/SMK/MA dan penuntasan wajib belajar 9 tahun sebanyak 5,6 juta siswa..

Program pembinaan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) bertujuan untuk menyediakan pelayanan kepada masyrakat yang tidak atau belum sempat memperoleh pendidikan formal untuk mengembangkan diri, sikap, pengetahuan dan keterampilan, potensi pribadi, dan dapat mengembangkan usaha produktif guna meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Untuk melaksanakan ini maka dilakukan usaha berupa: meningkatkan sosialisasi dan jangkauan pelayanan pendidikan dan kualitas serta kuantitas warga belajar Kejar Paket A setara SD, Kejar Paket B setara SLTP untuk mendukung wajib belajar 9 tahun, dan mengembangkan berbagai jenis pendidikan luar sekolah yang berorientasi pada kondisi dan potensi lingkungan dengan mendayagunakan prasarana dan kelembagaan yang sudah ada di masyarakat..

Di samping itu terdapat pula upaya pemerataan pendidikan. Salah satu upaya pemerataan pendidikan adalah menerapkan alternatif layanan pendidikan, khususnya bagi masyarakat yang kurang beruntung (masyarakat miskin, berpindah-pindah, terisolasi, terasing,minoritas dan di daerah bermasalah, termasuk anak jalanan), seperti SD dan MI kecil satu guru, guru kunjung dan sistem tutorial, SD Pamong dan SD/MI terpadu kelas jauh, serta SLTP/MTs terbuka. Untuk meningkatkan kulaitas pendidikan dasar dan prasekolah dilakukan dengan cara meningkatkan penyediaan, penggunaan, perawatan sarana dan prasarana pendidikan berupa buku pelajaran pokok, buku bacaan, alat pendidikan Ilmu Pengetahuan Spsial (IPS), IPA dan matematika, perpustakaan, laboratorium, serta ruang lain yang diperlukan.

Pada jenjang perguruan tinggi ada kegiatan pokok untuk memperluas kesempatan memperoleh pendidikan tinggi bagi masyarakat. Salah satu kegiatannya adalah menyebarkan kapasitas pendidikan tinggi secara geografis untuk mendukung pembangunan sdaerah serta memberikan kesempatan bagi kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah termasuk kelompok masyarakat dari daerah bermasalah, dengan menyelenggarakan pembinaan perguruan tinggi sebagai pusat pertumbuhan di kawasan serta menyelenggarakan pembinaan program unggul di wilayah kedudukan perguruan tinggi.

Dari uraian di atas tampak jelas keinginan pemerintah untuk memajukan pendidikan baik pendidikan dasar dan prasekolah, pendidikan menengah, pendidikan luar sekolah dan pendidikan tinggi. Kegiatan yang sangat menonjol adalah upaya pemerataan pendidikan, wajib belajar 9 tahun serta pembinaan perguruan tinggi. Pemerataan pendidikan dilakukan dengan mengupayakan agar semua lapisan masyarakat dapat menikmati pendidikan tanpa mengenal usia dan waktu. Untuk itu dilakukan pembinaan ke semua jenjang pendidikan baik pendidikan reguler ataupun terbuka seperti SD kecil, guru kunjung, SD Pamong, SLTP terbuka, pendidikan penyetaraan SD, SLTP dan SMU (paket A, B, C), dan pendidikan tinggi terbuka yang lebih dikenal pendidikan jarak jauh.

Suatu bukti bahwa pemerintah serius mengelola pemerataan pendidikan dan penuntasan Wajib Belajar 9 tahun adalah dianggarkannya Rp 90 miliar untuk meningkatkan kualitas dan jumlah SMP Terbuka. PROGRAM smp Terbuka seudah berjalan 25 tahun sejak tahun 1979 yang telah menamatkan 245 ribu siswa dengan jumlah sekolah 2.870 unit sekolah, 12.871 Tempat Kegiatan Belajar (TKB), dan itu baru menjangkau 18% kebutuhan (Rina Rachmawati dalam http://www.tempointeraktif.com/ Hari Rabu, 28 Juli 2004, diambil tanggal 12 Oktober 2008).

v Program Pembangunan Nasional (2004-2009)

Di dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas)Tahun 2004-2009 tidak jauh berbeda dengan Propenas sebelumnya, namun apabila dilihat dalam Rencana Strategis (Renstra) 2005-2009 Departemen Pendidikan Nasional terdapat Kebijakan Pembangunan Lima Tahun 2005-2010. Dalam kebijakan itu memuat Kegiatan Pokok Strategis di antaranya adalah Bidang Mutu, Relevansi dan Daya saing. Salah satu kegiatan pokok dalam bidang ini adalah Program Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Tolok ukur keberhasilannya adalah 100% SMP/MTs yang memiliki akses listrik menerapkan TV Based Learning yang dimulai tahun 2006 hingga 2009. Selain itu yanbg menjadi tolok ukur adalah 50% SMA/MA/SMK yang memiliki akses listrik menerapkan ICT Based Learning yang juga dimulai tahun 2006 hingga 2009.

Di samping jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, program dan kegiatan seperti di atas juga meliputi perguruan tinggi dengan tolok ukurnya adalah 10 perguruan tinggi (PT) menerapkan pembelajaran dan penelitian berbasis ICT.

Kegiatan Pokok Strategis untuk Pendidikan Luar Sekolah salah satunya berupa perluasan layanan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) melalui pemberdayaan masyarakat, Perluasan Paket A dan Paket B untuk menunjang wajib belajar 9 tahun serta ekstensifikasi Paket C. Selain itu juga guna peningkatan mutu, relevansi dan daya saing ditingkatkan pemanfaatan ICT dalam pembelajaran.

Dari uraian-uraian di atas ternyata dalam Renstra Departemen Pendidikabn Nasional 2005-2009 jelas terprogram upaya peningkatan kegiatan pembelajaran pada setiap jenjang pendidikan bahkan sampai ke Pendidikan Luar Sekolah. Ini membuktikan bahwa keseriusan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan dan jumlah warga yang belajar atau memperoleh pendidikan.

B. Kebijakan-Kebijakan Khusus

Untuk dapat melaksanakan kebijakan-kebijakan umum tersebut pemerintah menuangkannya dalam kebijakan-kebijakan khusus berupa Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), dan Peraturan Menteri (Permen).

UU yang berkaitan dengan pendidikan seperti

F UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

F UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen..

Peraturan Pemerintah yang mendukung kebijakan umum seperti

F PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Di samping itu ada pula Peraturan Menteri (Permen) misalnya:

F Permen No. 14 Tahun 2007 tentang Standar isi Program Paket A, Paket B,

Paket C,

F Permen No. 49 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Nonformal.

F Permen No. 1 Tahun 2008 tentang Standar Proses Pendidikan khusus.

F Permen No. 3 Tahun 2008 tentang Standar Proses Program Paket A, Paket B, Paket C,

F Permen No. 35 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun dan Pembentukan Pendidikan Buta Aksara.

F Permen No. 38 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Tekonologi Komunikasi dan Informasi dalam Lingkungan Departemen Pendidikan Nasional.

F Radio dan Televisi Pendidikan yang Mendukung Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan Jarak Jauh.

Peraturan dan perundang-undangan tersebut merupakan bentuk kebijakan khusus pemerintah dalam pendidikan khususnya teknologi pendidikan. Tentunya masih ada peraturan atau kebijakan lain yang tidak dapat disajikan dalam tulisan ini, seperti Radio Pendidikan, Televisi Pendidikan, SMP Terbuka, Universitas Terbuka dan sebagainya. Yang dapat disajikan berikut ini hanya beberapa penjelasan istilah beserta awal berdirinya.

Penggunaaan radio untuk pendidikan sebetulnya telah dimulai sejak tahun 1950 an untuk pendidikan para tentara pelajar yang tidak sempat melakukan kegiatan tatap muka (Sudirman Siahaan, 16-09-2008 dalam http://www. E-dukasi.net, diambil tanggal 25 -10-2008). Dalam perkembangan berikutnya radio pendidikan digunakan kembali mulai tahun 1972, digunakan untuk memberikan penataran kepada guru SD yang disebut Penataran Radio Pendidikan. Ary H. Gunawan (1986:71) mengomentari radio pendidikan sebagai berikut.

Tujuan proyek ini ialah diketemukannya cara-cara yang efektif dari penggunaan radio untuk membantu kegiatan pendidikan. Penggunaan radio pendidikan itu sendiri merupakan suatu inovasi di Indonesia, sebab hal itu ternyata cukup efisien untuk penyempurnaan kemampuan mengajar para guru.

Dalam perkembangannya radio pendidikan selain untuk kepentingan pendidikan regular juga dimanfaatkan untuk pembelajaran jarak jauh (SMP Terbuka dan UT). Radio pendidikan ini sempat mengalami kemajuan dengan dikembangkan komunikasi radio dua arah dan ini dapat dimanfaatkan oleh SMT Terbuka, namun perkembangan paling akhir pengelolaannya diserahkan kepada Dinas Pendidikan setempat, dan ini pun tergantung perhatian mereka (Sudirman Siahaan, 2008).

Dibandingkan dengan Radio Pendidikan, Televisi Pendidikan tergolong baru, karena di Indonesia baru dimulai pada tahun 1985. Kemunculan pertama ini ditandai dengan disiarkannya seria ACI (Aku Cinta Indonesia) pada tanggal 05 April 1985 pukul 19.35 di TVRI (Yusufhadi Miarso, 2007:367). Serial ACI ini hanya sampai ACI IV, berikutnya pemerintah bermaksud mengembangkan televise khusus bidang pendidikan.

Pada tahun 1991 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan bekerja sama dengan PT. Cipta Lamtoro Gung Persada yang dipimpin oleh anak mantan Presiden Soeharto yaitu Siti Hardiyanti Indra Rukmana untuk mengelola siaran televisi pendidikan yang bernama Televisi Pendidikan Indonesia (TPI). Dalam kerjasama ini Pustekkom berkewajiban menyediakan program-program pendidikan /pembelajaran dan stasiun TPI bertugas menayangkannya. Kerjasama yang semula direncanakan selama 15 tahun ini tidak berjalan seperti yang diinginkan. Sebagai tindak lanjut Pustekkom menjalin kerja sama dengan TVRI dan stasiun TV lain untuk mengelola siaran pendidikan melalui TVE (TV Edukasi) dan ini berlangsung sampai sekarang.

Di samping itu siaran televisi pendidikan yang dapat bertahan adalah siaran Universitas Terbuka (UT). Siaran ini dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa UT untuk mendalami ilmunya. Dalam perkembangan akhir-akhir ini telah banyak siaran televisi yang bertemakan pendidikan di TV swasta. Ini merupakan keberhasilan dari sebuah rintisan yang diawali pada tahun 1985.

3. KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan

Sebagai kesimpulan dari tulisan ini adalah:

Pemerintah telah melakukan upaya untuk memajukan pendidikan baik kualitas maupun kuantitasnya dengan berbagai cara, diantaranya meningkatkan pelayanan dan pemerataan pendidikan baik pada jenjang pendidikan dasar, pra sekolah, menengah, luar sekolah maupun pendidikan tinggi. Cara yang dilakukan berkaitan dengan teknologi pendidikan adalah SD/MI kecil satu guru, SD Pamong, SD Kelas Jauh, SMP Terbuka, Program Kesetaraan atau Paket A, B, C, dan Universitas Terbuka. Alat bantu yang digunakan berupa radio pendidikan dan televisi pendidikan, serta alat lainnya yang relevan. Hal ini dilakukan karena masih banyak usia sekolah yang tidak bersekolah atau tidak memperoleh pendidikan. Selain itu banyak usia sekolah yang tidak bersekolah karena putus sekolah. Faktor lainnya adalah karena faktor tertentu sehingga warga masyarakat sampai dewasa belum memperoleh pendidikan yang dasar atau menengah dan sulitnya mendapatkan pendidikan tinggi.

Upaya yang dilakukan ini dilandasi oleh Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan Program Pembangunan Nasional. UUD 1945 memuat hak dan kewajiban warga Negara dalam bidang pendidikan. Di samping itu juga memuat tanggung jawab pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan. Sebagai landasan operasionalnya dibuatlah Program Pembangunan Nasional (Propenas). Propenas disusun untuk lima tahun, dan di dalamnya terdapat kebijakan dalam bidang pendidikan.

b. Saran

Dengan membaca uraian di atas maka saran yang disampaikan oleh penulis kepada para pembaca atau yang terkait adalah sebagai berikut. Praktisi pendidikan, mulai dari guru dan lembaga sekolah apalagi yang memang sudah terlibat dalam kegiatan pendidikan seperti di atas hendaknya melakukan tugas dengan sebaik-baiknya. Begitu pula pemerintah atau instansi yang terkait hendaknya bersungguh-sungguh menguatkan niat untuk memajukan pendidikan. Sedangkan masyarakat dituntut untuk berpartisipasi memberikan dukungan moril ataupun materil guna pencapaian tujuan yang diinginkan. Yang lebih penting adalah selaku warga belajar atau peserta didik hendaknya memanfaatkan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya.

4. Daftar Pustaka

Gunawan, Ary H., 1986, Kebijakan-kebijakan Pendidikan di Indonesia, Jakarta: Bina Aksara, Jakarta: Bina Aksara.

Miaso, Yusufhadi, 2007, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Rachmawati, Rina, 2008,Rp 90 Miliar untuk Program SMP Terbuka, Jakarta:

http://www.tempointeraktif.com

Siahaan, Sudirman, 2008, Perkembangan Siaran Televisi Pendidikan, Jaka

Wijaya, Cece, Djaja Djajuri dan A. Tabrani Rusyan, 1988, Upaya Pembaharuan

dalam Pendidikan dan Pengajaran, Bandung:Remadja Karya CV.

Profesi Teknologi Pendidikan (Tugas Kuliah Dasar-Dasar Teknologi Pendidikan) by : http://harmadi-derasid.blogspot.com/

Profesi Teknologi Pendidikan

Oleh: Harmadi

1. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Melalui pendidikan diharapkan akan tercapai cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Kehidupan bangsa yang cerdas merupakan cita-cita luhur Bangsa Indonesia. Untuk tercapainya cita-cita itu maka tujuan pendidikan nasional dirumuskan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demoktratis serta bertanggung jawab (UU No. 20 Tahun 2003). Cita-cita atau tujuan pendidikan tersebut mempunyai fungsi memberikan arah kepada semua kegiatan pendidikan dan merupakan suatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan (Titarahardja dan La Sulo, 2005:37). Dengan demikian untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan diperlukan suatu usaha yang disebut belajar dan membelajarkan.

Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku dan terjadi dalam suatu situasi. Surakhmad (1984:65) membagi lima karakteristik belajar yaitu:

a. belajar terjadi dalam situasi yang berarti secara individual

b. belajar memerlukan motivasi sebagai penggerak

c. hasil belajar adalah kebulatan pola tingkah laku

d. murid menghadapi situasi secara pribadi

e.belajar adalah mengalami.

Dari uraian di atas ternyata belajar bukanlah perkara mudah melainkan suatu kegitan yang membutuhkan keseriuasan dalam penanganannya. Belajar memerlukan situasi yang memungkinkan terjadinya belajar itu sendiri, memerlukan motivasi dan memerlukan pengalaman-pengalaman yang diperoleh oleh pesera didik atau pebelajar. Dengan demikian perlu pemikiran bagaimana kegiatan belajar ini dapat dilakukan dalam keadaan atau kondisi atau situasi tertentu baik dari segi waktu, tempat, letak geografis dan sebagainya. Dari segi waktu, berkaitan dengan keterbatasan waktu untuk belajar baik dilihat dari kesiapan pebelajar atau peserta didik dalam megikuti kegiatan belajar, maupun dari segi waktu yang disediakan oleh lembaga penyelenggara pembelajaran. Keterbatasan waktu pembelajar berkaitan dengan usia. Sebagai contoh lembaga pendidikan formal selalu membatasi usia dalam menerima peserta didik atau peseerta didik mengalam hambatan tertentu sehingga ia mengundurkan diri dari lembaga pendidikan formal. Selain itu letak tempat tinggal dan lokasi belajar dapat menjadi kendala. Di daerah-daerah tertentu kegiatan belajar tidak dapat berlangsung optimal karena jauhnya lokasi belajar bahkan letak geografis yang sulit ditempuh dapat menjadi kendala kegiatan belajar. Dari uraian ini dapat dipastikan pengalaman belajar peserta didik tersebut kurang sehingga ia tidak dapat mengikuti atau mengimbangi pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta kurangnya kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan.

Keadaan ini memerlukan penanganan dan penyelesaian baik sebagian atau seluruhnya. Untuk penanganan inilah diperlukan pemikiran bagaimana caranya agar belajar dapat berlangsung dimana saja, kapan saja dalam situasi apa saja. Hambatan-hamabatan di atas sedapat mungkin diatasi dengan cara tertentu. Cara-cara tersebut dirancang sedemikain rupa guna mengatasi hambatan belajar baik hambatan belajar dalam pembelajaran di dalam kelas, maupun pembelajaran di luar kelas, misalnya pembelajaran jarak jauh. Jadi rancangan tersebut dapat berupa rancangan secara makro, mikro dan meso. Rancangan makro adalah rancangan secara nasional yang tertuang dalam Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan sebagainya. Rancangan secara meso adalah implikasi kebijakn nasional ke dalam kebiajakan operasional dalam ruang lingkup wilayah Departemen atau Dinas Pendidikan Nasional di Propinsi. Sedangkan rancangan mikro adalah aplikasi kebijakan pendidikan yang berlangsung dalam satuan pendidikan baik formal ataupun nonformal. Inilah yang disebut learning how to learn yaitu mempelajari bagaimana caranya belajar. Dengan mempelajari bagaimana caranya agar peserta didik dapat belajar inilah maka hambatan pencapaian tujuan pendidikan dapat diperkecil atau dihilangkan.

Untuk ’belajar bagaimana cara belajar’ maka diperlukan cara atau teknik, selanjutnya kita sebut teknologi pendidikan atau teknologi pembelajaran. Tirtarahardja dan La Sulo (2005:41) mengemukakan sebagai berikut.

Yang menjadi tujuan utama pengelolaan proses pendidikan yaitu terjadinya proses belajar dan pengalaman belajar yang optimal. Sebab berkembanmgnya tingkah laku peserta didik sebagai tujuan belajar hanya dimungkinkan oleh adanya pengalaman belajar yang optimal itu. Di sini jelas bahwa penggunaan teknologi pendidikan memegang peranan penting. Pengelolaan prposes pendidikan harus memperhitungkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (ditebalkan oleh penulis).

Dari uraian tersebut jelas bahwa untuk mengatasi masalah belajar diperlukan suatu cara atau teknik yang sekarang ini dikenal dengan istilah teknologi pendidikan atau teknologi pembelajaran. Sebuah organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan, Association for Educational Communications Tacnology (AECT) pada tahun 1994 seperti dikutip Prawiradilaga (1999:11) memberikan definisi teknologi pendidikan atau teknologi pembelajaran sebagai berikut: “Teknologi pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan serta penilaian proses dan sumber untuk belajar”.

Sebetulnya definisi tersebut awalnya bukan seperti itu, teknologi pendidikan hanya sebatas audio visual saja (tahun 1963) namun konsep tersebut berkembangan menuju kesempurnaan seperti di atas. Semula teknologi pendidikan hanya sebatas alat namun berkembang ke sistem yang lebih luas. Dari praktek menuju teori dan praktek dan dari produk menuju ke proses dan produk dan dalam perjalanannya teknologi pendidikan menjadi sebuah bidang ilmu dan profesi (Sudrajat, 2007:3).

Banyak pertanyaan yang muncul sekitar profesi teknologi pendidikan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat berupa pertanyaan mengenai pengertiannya, tugas pokoknya, kompetensinya, organisasinya, dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan ini muncul sebagai reaksi adanya suatu bidang kajian keilmuan yang dianggap baru oleh masyarakat awam. Bahkan bukan masyarakat umum yang awam saja melainkan mahasiswa yang menempuh Program Sudi Teknologi Pendidikan pun mempertanyakannya seperti dikemukakan oleh Chaeruman (2008). Bukan itu saja berkemungkinan pihak pengguna profesi teknologi pendidikan pun tidak tahu, baik swasta ataupun pemerintah. Ini berlanjut pada lapangan pekerjaan. Apakah dunia kerja sudah mengetahui adanya profesi teknologi pendidikan yang dapat mereka manfaatkan ? Apabila dikaitkan dengan jabatan fungsional, apakah pemerintah telah mengeluarkan peraturan untuk mengakui jabatan fungsional teknologi pendidikan atau yang lebih dikenal Jabatan Funsional Pengembang Teknologi Pendidikan (JF-PTP) ? Pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan cerminan adanya masalah seputar profesi teknologi pendidikan. Untuk itu perlu adanya bahasan mengenai teknologi pendidikan secara tuntas, sehingga akan berguna bagi penulis sendiri ataupun orang lain yang membacanya.

B. Masalah

Dari uraian di atas yang menjadi masalah adalah apakah fungsi, tugas, dan pendidikan profesi teknologi pendidikan ?

2. Pembahasan

A. Posisi dan Fungsi Profesi Teknologi Pendidikan

1). Pengertian Profesi Teknologi Pendidikan

Miarso (2004:96) mengartikan tenaga profesi teknologi pendidikan sebagai tenaga ahli dan atau mahir dalam membelajarkan peserta didik dengan memadukan secara sistemik komponen sarana belajar meliputi orang, isi ajaran, media atau bahan ajaran, peralatan, teknik, dan lingkungan. Apa yang dikemukakan Miarso tersebut apabila dihubungkan dengan definisi teknologi pendidikan yang dikemukakan oleh AECT 1994 sangat relevan. Dalam AECT 1994 telah dirumuskan definisi teknologi pendidikan seperti telah disebutkan dalam Latar Belakang di atas bahwa: “Teknologi pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan serta penilaian proses dan sumber untuk belajar”. Dari kedua definisi itu maka pengertian profesi teknologi penddidikan adalah tenaga ahli yang melakukan teori dan praktek dalam mendesain, mengembangkan, memanfaatkan serta menilai proses dan sumber untuk membelajarkan peserta didik.

Lebih lanjut Miarso mengemukakan bahwa ciri utama dalam profesi teknologi pendidikan adalah adanya kode etik, pendidikan dan pelatihan yang memadai, serta pengabdian yang terus menerus. Kode etik profesi sebetulnya mempunyai tujuan melindungi dan memperjuangkan kepentingan peserta didik; melindungi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara; melindungi dan membina diri serta sejawat profesi; dan mengembangkan kawasan dan bidang kajian teknologi pendidikan (Kusuma, 2008:7). Pendidikan dan pelatihan dimaksudkan untuk memberikan pembelajaran mengenai teknologi pendidikan kepada mahasiswa atau mereka yang telah menyelesaikan studi mereka di Program Studi Pendidikan. Dengan cara ini mereka akan dapat bekerja lebih profesional. Sedangkan pengabdian yang terus menerus merupakan bentuk karya nyata dari seorang yang berprofesi teknologi pendidikan dalam membelajarkan peserta didik melalaui layanannya seperti fasilitas dan sumber belajar.

Finn (1953) dalam Kusuma (2008:2) mengemukakan karakteristik profesi adalah

a. suatu teknik intelektual;

b. aplikasi teknik tersebut yang terkait dengan urusan prektis manusia;

c. pelatihan dengan priodee waktu yang lama;

d. suatu perkumpulan anggota profesi yang tergabung dalam sebuah badan dengan suatu komunikasi bermutu tinggi agar anggota-anggotanya;

e satu rangkaian pernyataan kode etik dan standar yang disepakati;

f. pengembangan teori intelektual dengan penelitian yang terorganisasi.

Dari uraian-uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa teknologi pendidikan dapat digolongkan sebagai sebuah profesi. Karakteristik di atas dapat dipenuhi oleh teknologi pendidikan yaitu adanya teknik intelektual, praktek aplikasi, pelatihan dengan priode yang panjang, adanya asosiasi dan komunikasi sesama anggota (organisasi profesi IPTI = Ikatan Profesi Teknologi Pendidikan Indonesia), kode etik dan standar, teori intelektual dan penelitian.

2). Posisi Profesi Teknologi Pendidikan

Posisi profesi teknologi pendidikan tidak jauh dari pendidikan itu sendiri. Apabila kita kaitkan definisi teknologi pendidikan menurut AECT 1994 dengan UU No. 20 Tahun 2003, maka tampak suatu hubungan yang jelas. Dalam AECT 1994 disebutkan bahwa

“Teknologi pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan , pengelolaan serta penilaian proses dan sumber untuk belajar”. Ada beberapa kata dalam definisi di atas terdapat juga di dalam UU No. 20 Tahun 2003 atau yang mempunyai makna yang sama, yaitu pengelolaan, pengembangan dan pelayanan teknis dan semuanya itu tergolong sebagai tenaga kependidikan..

Tenaga kependidikan yang juga sebagai profesi teknologi pendidikan berada dalam lingkungan kependidikan. Miarso (2004:52) menggambarkan spektrum tenaga kependidikan sebagai berikut.


Berdasarkan gambar tersebut ternyata posisi profesi teknologi pendidikan berdampingan dengan profesi-profesi lainnya dalam bidang pendidikan. Terlihat juga pendidik dikelilingi oleh profeasi-profesi lainnya.

3). Fungsi Profesi Teknologi Pendidikan

Untuk mengetahui fungsi profesi teknologi pendidikan maka perlu kembali ke definisi teknologi pendidikan. Bersdasarkan definisi tersebut fungsi profesi teknologi pendidikan sebagai suatu profesi yang mencarikan jalan keluar masalah belajar baik individu atau kelompok. Jalan keluar yang diberikan adalah berupa rancangan, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaaan, penilaian dan penelitian terhadap belajar. Tampak di sini adanya kegiatan memfasilitasi belajar. Selain itu profesi teknologi pendidikan juga sebagai pengembang sumber daya manusia. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi profesi teknologi pendidikan memfasilitasi kegiatan belajar manusia melalui pendekatan-pendekatan atau cara-cara tertentu. Dengan demikian profesi teknologi pendidikan dapat menjadikan orang bertambah dalam kegiatan belajar sekaligus menjadikan orang bertambah cerdas baik dari jumlah orang yang cerdas maupun mutu dari kecerdasan itu sendiri. Dengan kecerdasan ini berarti akan meningkatkan nilai tambah seseorang sebagai sumber daya manusia, mengatasi masalah belajar baik individu ataupun kelompok, dan juga akan meningkatkan kinerja

B. Tugas Pokok Profesi Teknologi Pendidikan

Berbicara tugas pokok profesi teknologi pendidikan ada kaitannya dengan definisi teknologi pendidikan. Kita harus tahu terlebih dahulu definisi teknologi pendidikan, dan selanjutnya membuat suatu rumusan lebih rinci masing-masing kalimat, dengan demikian akan tergambar jelas pokok pokok tugas profesi teknologi pendidikan. Definisi teknologi penddikan menurut AECT tahun 1994 yang telah diadaptasi oleh Miarso (2004:64) adalah teori dan praktek dalam desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, penilaian dan penelitian proses, sumber dan sistem untuk belajar. Untuk lebih jelasnya definisi tersebut dapat diuraikan dan dibuat suatu bagan seperti di bawah ini.

Teknologi pembelajaran adalah:

  • Teori dan praktek dalam desain proses, sumber dan sistem untuk belajar
  • Teori dan praktek dalam pengembangan proses, sumber dan sistem untuk belajar
  • Teori dan praktek dalam pemanfaatan proses, sumber dan sistem untuk belajar
  • Teori dan praktek dalam pengelolaan proses, sumber dan sistem untuk belajar
  • Teori dan praktek dalam penilaian proses, sumber dan sistem untuk belajar
  • Teori dan praktek dalam penelitian proses, sumber dan sistem untuk belajar.

Berdasarkan definisi itu pula dapat dibuat bagan kawasan dan bidang garapan teknologi pendidikan seperti yang digambarkan oleh Seels dan Richey (1994:28) dan telah diadaptasi oleh Miarso (2004:65) seperti di bawah ini.


Dari bagan di atas maka dapat maka profesi teknologi pendidikan meliputi desainer, pengembang, pemakai, pengelola dan pengevaluasi, peneliti kegiatan belajar. Chaeruman (2008:2) mengatakan bahwa seorang sarjana teknologi pendidikan dapat menjadi profesi:

F Perancang proses dan sumber belajar dengan ruang lingkup pekerjaannya seperti merancang sistem pembelajaran, desain pesan, strategi pembelajaran, dan karakteristik pebelajar

F Pengembang proses dan sumber belajar dengan ruang lingkup pekerjaannya seperti mengembangkan teknologi cetak, teknologi audiovisual, teknologi berbantuan komputer, dan sebagainya

F Pemanfaat atau pengguna proses dan sumber belajar dengan ruang lingkuperjaannya seperti memanfaatkan media pembelajaran, difusi inovasi pendidikan, implementasi dan institusionaliasasi model inovasi pendidikan, serta penerapan kebijakan dan regulasi pendidikan.

F Pengelola proses dan sumber belajar dengan ruang lingkup pekerjaaannya seperti mengelola proyek, mengelola aneka sumber belajar, mengelola sistem penyampaian, dan mengelola sistem informasi pendidikan

F Pengevaluasi (evaluator) atau peneliti proses dan sumber belajar dengan ruang lingkup pekerjaannya seperti melakukan analisis masalah, mengukur acuan patokan, evaluasi formatif, evaluasi sumatif dan meneliti kawasan pendidikan.

Pendapat lain yang hampir sama dengan di atas disampaikan oleh Kusuma (2008:5) bahwa tugas pokok ahli teknologi pendidikan adalah sebagai berikut.

1) Menyebarkan konsep dan aplikasi teknologi pendidikan, terutama untuk mengatasi masalah belajar di mana saja.

2) Merancang program dan sistem instruksional.

3) Memproduksi media pendidikan.

4) Memilih dan memanfaatkan media pembelajaran.

5) Memilih dan menafaatkan sumber belajar.

6) Mengelola kegiatan belajar dan instruksional yang kreatif

7) Memperhatikan perkembangan teknologi dan dampaknya dalam pendidikan.

8) Mengelola organisasi dan personel yang melaksanakan kegiatan pengembangan dan pemanfaatan teknologi pendidikan.

9) Merencanakan, melaksanakan dan menafsirkan penelitian dalam bidangnya dan dalam bidang lain yang berkaitan dengan teknologi pendidikan.

10) Penyusunan rumusan kebijakan dalam bidang teknologi pembelajaran..

Selain itu tugas profesi teknologi pendidikan dikemukakan oleh Miarso (2004:70). Miarso menyebutnya sebagai tugas pokok teknolog pembelajaran atau perekayasa pembelajaran dengan tugasnya sebagai berikut:

  • pengembangan bidang kajian dan kawasan teknologi/rekayasa pembelajaran
  • perancangan dan pengembangan proses, sumber dan sistem pembelajaran
  • produksi bahan belajar
  • penyediaan sarana dan prasarana belajar
  • pemilihan dan penilaian sistem dan komponen sistem pembelajaran
  • pemanfaatan proses dan sumber belajar
  • penyebaran konsep dan temuan teknologi pendidikan
  • pengelolaan kegiatan pengembangan dan pemanfaatan sumber belajar
  • perumusan bahan kebijakan teknologi/ rekayasa pembelajaran.

Dari beberapa pendapat di atas maka dapat ditarik suatu rumusan tugas pokok profesi teknologi pendidikan seperti berikut ini.

1. Perancang (desainer): tugas ini meliputi mendesain sistem pembelajaran, desain pesan, stratedi pembelajaran, dan karakteristik pebelajar. Desain sistem pembelajaran adalah prosedur yang terorganisasi yang meliputi langkah-langkah penganalisaan, perancangan, pengembangan, pengaplikasian dan penilaian pembelajaran. Desain pesan adalah perencanaan untuk merekayasa bentuk fisik dari pesan. Strategi pembelajaran adalah spesifikasi untuk menyeleksi serta mengurutkan peristiwa belajar atau kegiatan pembelajaran dalam suatu pelajaran. Karakteristik pebelajar adalah segi-segi latar belakang pengalaman pebelajar yang berpengaruh terhadap efektivitas proses belajarnya (Seels dan Richey, 1994:30).

2. Pengembang (developer): tugas ini meliputi produksi dan penyampaian teknologi cetak, teknologi audio visual, teknologi berbasis komputer dan teknologi terpadu. Contoh teknologi cetak adalah buku-buku, bahan-bahan visual yang statis atau fotografis. Teknologi cetak ini ada dua jenis yaitu teks verbal dan bahan visual. Teknologi audio visual adalah teknologi yang berkaitan dengan mekanik dan elektrik. Audio visual adalah gabungan dari audio (dengar) dan visual (lihat). Ada kemungkinan alat tersebut hanya audio saja dan ada pula kemungkinan audio visual. Sedanmgkan visual saja termasuk ke dalam teknologi cetak. Teknologi berbasis komputer adalah teknologi yang memanfaatkan komputer baik perangkat lunak maupun perangkat keras. Perangkat lunak berpa program-program komputer yang dapat menampilkan tayangan-tayangan pembelajaran. Sedangkan perangkat keras dapat berupa layar monitor, CPU, LCD. In focus, dan sebagainya. Dalam perkembangannya komputer merupakan alat untuk menampilkan internet, e-mail, dan sebagainya. Teknologi terpadu adalah paduan beberapa jenis media yang dikendalikan oleh komputer. Sebagai contohnya adalah video, filem, telekomprens, dan sebagainya ( Seels dan Richey, 1994:30).

3. Pemanfaat/Pengguna (User): tugas ini meliputi pemanfaatan media, difusi inovasi, implementasi dan pelembagaan, dan kebijakan/regulasi. Pemanfaatan media merupakan penggunaan yang sistematis dari sumber untuk belajar. Difusi inovasi adalah proses berkomunikasi melalui strategi yang terencana dengan tujuan untuk diadopsi. Implementasi adalah penggunaan bahan dan strategi pembelajaran dalam keadaan yang sesungguhnya (bukan tersimulasikan), sedangkan pelembagaan adalah penggunaan yang rutin dan pelestarian dari inovasi pembelajaran dalam suatu struktur atau budaya organisasi ( Seels dan Richey, 1994:30).

4. Pengelola (Manager), tugas ini meliputi pengelola proyek, pengelola sumber, pengelola sistem penyampaian, dan pengelola informasi. Pengelola proyek meliputi merencanakan, memonitor dan pengendalikan proyek desain dan pengembangan. Pengelola sumber meliputi merencanakan, memantau, dan mengendalikan pendukung dan pelayanan sumber. Pengelola sistem penyampaian merupakan kegiatan merencanakan, memantau, dan mengendalikan ”cara bagaimana distribusi bahan pembelajaran diorganisasikan”. Sedangkan pengelola informasi adalah merencanakan, memantau dan mengendalikan cara penyimpanan, pengiriman/pemindahan atau pemprosesan informasi dalam rangka tersedianya sumber untuk kegiatan belajar ( Seels dan Richey, 1994:30).

5. Penilai (Evaluator), tugas ini meliputi menganalisis masalah, mengukur yang beracuan patokan, menilai secara formatif dan sumatif. Analisis masalah merupakan kegiatan penentuan sifat dan parameter masalah dengan menggunakan strategi pengumpulan informasi dan pengambilan keputusan. Pengukuran acuan patokan adalah teknik-teknik untuk menentukan kemampuan pebelajar menguasai materi yang telah ditentukan sebelumnya. Penilaian formatif adalah pengumpulan informasi tentang kecukupan dan penggunaan informasi sebagai dasar pengembangan selanjutnya. Sedangkan penilaian sumatif berkaitan dengan pengum[pulan informasi tentang kecukupan untyuk pengambilan keputusan dalam hal pemanfaatan ( Seels dan Richey, 1994:30).

6. Peneliti (Researcher), tugas ini meliputi kegiatan penelitian yang berkaitan dengan teknologi pendidikan. Kegiatan penelitian ini mencakup penelitian dalam kawasan desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan penilaian.

C. Tempat Bekerja Profesi Teknologi Pendidikan

Dari uraian di atas maka tugas pokok profesi teknologi pendidikan tersebut begitu luas. Keluasan ini akan menimbulkan keleluasaan bidang garapan, dalam arti lowongan pekerjaan bagi teknolog pendidikan cukup banyak Seseorang teknolog pendidikan dapat bekerja pada lembaga pemerintah atau swasta, pada lembaga pendidikan atau di luar lembaga pendidikan. Seorang teknolog pendidikan dapat pula bekerja pada lembaga konsultan baik konsultan milik orang lain atau didirikan sendiri.

Begitu luasnya bidang garapan pekerjaan profesi teknologi pendidikan sudah sepantasnya lulusan atau mereka yang berprofesi sebagai teknolog pendidikan memiliki tempat bekerja yang banyak pula. Lulusan atau teknolog pendidikan dapat bekerja pada lembaga-lembaga yang berkaitan dengan pendidikan, pelatihan, penerangan, komunikasi dan sebagainya.

Lembaga-lembaga tersebut berupa lembaga pemerintah atau swasta, seperti berikut ini.

  • Lembaga Pendidikan dan Pelatihan, seperti Departemen Pendidikan Nasional, Pemerintah Daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota, Dinas Pendidikan Nasional, dinas-dinas lain yang memerlukan pendidikan dan pelatihan, satuan-satuan pendidikan, Pusat Sumber Belajar, LPMP (Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan), BUMN dan sebagainya.
  • Lembaga Informasi dan Komunikasi, seperti televisi, production houses, radio, Badan Informasi dan Komunikasi( dulu Departemen Penerangan), Unit Teknologi Komunikasi Pendidikan, Pusat Komputer, Laboratorium Bahasa, Pustekom Depdiknas dan sebagainya.
  • Lembaga Percetakan dan Produksi Media, seperti Laboratorium Fotografi, Laboratorium Video, Laboratorium Audio dan sebagainya.
  • Lembaga Penelitian, seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Lembaga Survey Indonesia, dan sebagainya.
  • Lembaga Konsultan, khususnya konsultan bidang pendidikan yang menyangkut belajar atau teknologi pendidikan.

D. Pendidikan Keahlian Teknologi Pendidikan

Untuk dapat berprofesi sebagai teknolog pendidikan, maka pendidikan yang harus ditempuh adalah jenjang perguruan tinggi melalui Program Studi Teknologi Pendidikan pada strata 1, 2, atau 3. Namun tidak semua perguruan tinggi di Indonesia membuka program studi tersebut. Sebagai contoh lembaga perguruan tinggi yang melakukan pendidikan dan pelatihan teknologi pendidikan adalah Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang akan diuraikan sebgai berikut (Miarso, 2004:68).

F Pada tahun 1972, latihan pengembangan bahan ajar melalui radio.

F Pada tahun 1974, diberikan mata kuliah Teknologi Pendidikan.

F Pada tahun 1976, dibuka Program Studi Teknologi Pendidikan.

F Pada tahun 1978, dibuka program studi Teknologi Pendidikan untuk S2, dan S3.

Selain itu pada tahun 1979 dibuka pendidikan keahlian teknologi pendidikan (S1) di tujuh IKIP (Padang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya dan Ujung Pandang) (Kusuma:2008)

Sebetulnya pendidikan dan pelatihan keahlian teknologi pendidikan telah dimulai pada tahun 1950 dengan mengirimkan tenaga ke luar negeri (Miarso, 2004: 57).

Sekarang ini sudah banyak perguruan tinggi yang membuka program studi teknologi pendidikan baik strata satu, dua ataupun tiga. Ketiga strata pendidikan ini mempunyai kompetensi yang berbeda-beda. Kompetensi Strata 1 (S1) lebih ditekankan pada kawasan pemanfaatan atau penggunaan, Strata 2 (S2) ditekankan pada pengelolaan, penilaian dan penelitian, sedangkan strata 3 (S3) penekanannya pada penilaian dan penelitian (Chaeruman, 2008:3).

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini (Miarso, 2004:154).

E. Jabatan Fungsional Pengembang Teknologi Pendidikan (JF-PTP)

Untuk dapat bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) terutama di lingkungan pendidikan yang sesuai dengan profesi tersebut tentunya memerlukan sebutan atau nama resmi jabatan seperti Jabatan Fungsional Pengembang Teknologi Pendidikan. JF-PTP adalah jabatan yang diperoleh oleh seseorang yang memenuhi syarat untuk memperolehnya seperti pendidikan yang relevan, lulus seleksi dan sebagainya. Nama jabatan tersebut perlu mendapatkan pengakuan dari pemerintah, dalam hal ini seperti Departemen Pendidikan Nasional, Badan Kepegawaian Negara, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, dan sebagainya. Siahaan (2008:2) mendefinisikan Jabatan Fungsional Teknologi Pendidikan sebagai jabatan fungsional yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan hak dan kewajiban yang diberikan secara penuh oleh pejkabat yang berwenang. Ia juga mengatakan bahwa Pengembang Teknologi pembelajaran adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang mempunyai keahlian khusus yang bertugas di lingkungan sdepartemen, non departemen, ABRI dan Kepolisian, yang bergerak di bidang pendidikan/pelatihan dan atau pelayanan media pembelajaran yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab di bidang teknologi pembelajaran.

Secara de facto bidang keahlian teknologi pendidikan telah berkembang dan mendapat pengakuan akan kegunaannya, namun secara de jure masih dalam pengusulan ke pemerintah untuk mendapatkan pengesahan atau pengakuan atas Jabatan Fungsional Pengembang Teknologi Pendidikan atau yang disebut juga Perekayasa Teknologi Pendidikan (Miarso, 2004:57). Sebelum mendapat pengakuan dari pemerintah sebetulnya mereka lulusan dari Program Studi Teknologi Pendidikan telah banyak bekerja di lembaga-lembaga pemerintah dan swasta, namun tanpa sebutan jabatan seperti di atas tadi.

Menurut keterangan Siahaan (2008:6) pada tahun 2008 ini banyak lowongan untuk bidang keahlian Teknologi Pendidikan, seperti:

F Lowongan Dosen hampir di semua Perguruan Tinggi (UNESA, UNES, UPI, UNY, UNJ, dan lain-lain).

F Sekretariat Jenderal Pendidikan Tinggi

F Dinas Pekerjaan Umum

F Badan Pertanahan Nasional

F Badan Narkotika Nasional

F Pustekkom Depdiknas

F Departemen Dalam Negeri

F Departemen Perdagangan dan Industri

F Dan lain-lain.

Pustekkom (Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi) Departemen Pendidikan Nasional telah banyak berbuat untuk mengajukan Jabatan Fungsional Pengembang Teknologi Pendidikan (JF-PTP). Pengusulan ini sudah dirintis semenjak Prof. Yusufhadi Miarso menjadi Kepala Pustekkom yang pertama. Usulan itu pun masih berlanjut sampai sekarang. Baru-baru ini pada Hari Jumat tanggal 12 September 2008 telah dibahas bersama antara Pustekkom Depdiknas, Menpan, dan BKN mengenai validasi uji petik beban kerja JF-PTP. Salah satu hasilnya adalah bahwa kenaikan pengkat JF-PTP paling cepat 2 tahun dan paling lambat 4 tahun, di samping itu pula dibahas penyempurnaan konsep tentang kegiatan utama dan penunjang serta angka kredit bagi JF-PTP. Sebagai kelanjutan pembahasan ini mereka menggelar pertemuan kembali pada Hari Senin tanggal 22 September 2008 (Siahaan, 2008:1). Siahaan berharap agar usulan tersebut akan selesai tahun 2008 ini dan akan disahkan pada tahun 2009.

Untuk lebih jelas mengenai butir-butir tugas JF-PTP yang dinilai angka kreditnya akan diuraikan sebagi berikut (Siahaan, 2008:

Yang termasuk unsur utama adalah:

  1. Pendidikan dan Pelatihan, yaitu pendidikan formal, pelatihan fungsional, dan Diklat Prajabatan.
  2. Pengembangan Teknologi Pembelajaran yaitu penganalisisan dan pengkajian sistem/model teknologi pembelajaran, perancangan sistem/model teknologi pembelajaran, produksi media pembelajaran, pemanfaatan media pembelajaran, pengendalian sistem/model pembelajaran, evaluasi penerapan sistem/model dan pemanfaatan media pembelajaran.
  3. Pengembangan Profesi, yaitu penyusunan karya ilmiah, penterjemahan buku, pembuatan buku petunjuk di bidang teknologi pembelajaran dan pendidikan jarak jauh, berpartisipasi aktif dalam penerbitan buku, majalah, jurnal, dan sebagainya,

melaksanakan studi banding di bidang teknologi pembelajaran, pendidikan terbuka dan jarak jauh.

Yang termasuk unsur penunjang adalah:

  1. Mengajar/melatih di bidang teknologi pembelajaran
  2. Menjadi anggota tim seminar, nara sumber dan tim penilai JF-PTP.
  3. Mengelola unit kerja atau lembaga yang tugas dan fungsinya di bidang teknologi informasi dan komunikasi untuk pendidikan./pembelajaran,.
  4. Menjadi anggota organisasi profesi IPTPI atau organisasi kependidikan lainnya, tim kelompok kerja, dan sebagainya.
  5. Memperoleh penghargaan dan tanda jasa dari pemerintah atas prestasi kerja, setiap tanda jasa tingkat nasional/internasional , Propinsi/Kabupaten/Kota, gelar kehormatan di bidang akademik.
  6. Memperoleh gelar kesarjanaan lainnya.
  7. Menjadi tim penilai karya yang berkaitan dengan teknologi pembelajaran.

Jenjang jabatan dan kepangkatan JF-PTP di atur sebagai berikut, disusun dari yang paling rendah (Miarso, 2004 89).

a. Asisten Pengembang Teknologi Pendidikan Pratama

b. Asisten Pengembang Teknologi Pendidikan Muda

c. Asisten Pengembang Teknologi Pendidikan Madya

d. Pengembang Teknologi Pendidikan Pratama

e. Pengembang Teknologi Pendidikan Muda

f. Pengembang Teknologi Pendidikan Madya

g. Pengembang Utama Teknologi Pendidikan Pratama

h. Pengembang Utama Teknologi Pendidikan Muda

i. Pengembang Utama Teknologi Pendidikan Madya

j. Pengembang Utama Teknologi Pendidikan Kepala

Uraian di atas cukup menggambarkan posisi dan fungsi profesi teknologi pendidikan. Selain itu uraian di atas juga memberikan kejelasan tentang tugas pokok dan jabatan fungsional pengembang teknologi pendidikan. Diharapkan para ahli teknologi pendidikan akan dapat berkiprah dalam tugasnya membelajarkan peserta didik melalui cara dan pendekatan tertentu.

3. Kesimpulan dan Saran

Profesi teknologi pendidikan adalah tenaga ahli atau mahir dalam membelajarkan peserta didik dengan memadukan secara sistemik komponen sarana belajar seperti orang, media, bahan ajaran peralatan teknik dan lingkungan. Profesi ini sama kedudukannya dengan profesi lain dalam bidang kependidikan, hanya cakupannya lebih luas atau menyeluruh mencakup desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, penilaian, dan penelitian terhadap proses, sumber dan sistem belajar untuk belajar. Dapat dikatakan bahwa profesi teknologi pendidikan adalah sebagai perancang (desainer), pengembang (developer), pengelola (manager), penilai (evaluator), dan peneliti (reseacher) terhadap proses belajar, sumber belajar dan sistem belajar untuk kepentingan pembelajaran.

Dengan cakupan itu maka profesi teknologi pendidikan berfungsi sebagai pencari jalan keluar atas masalah dalam belajar baik individu maupun kelompok, dengan cara memfasilitasi belajar. Dengan cara ini profesi teknologi pendidikan akan meningkatkan kesempatan belajar, kecerdasan peserta didik, meningkatkan nilai tambah peserta didik sebagai sumber daya manusia, dan meningkatkan kinerja.

Agar dapat menjalankan fungsinya itu maka mereka yang memiliki keahlian teknologi pendidikan tersebut dapat melakukan pekerjaan baik di lembaga pemerintah maupun swasta. Mereka dapat bekerja di lembaga pendidikan dan pelatihan; lembaga informasi dan komunikasi; lembaga percetakan dan multimedia, dan lembaga penelitian, serta lembaga konsultan. Selama ini mereka telah memasuki dunia kerja di beberapa lembaga pemerintah dan swasta sesuai dengan keahlian mereka. Namun untuk dapat menjadi PNS dengan sebutan profesi, maka profesi teknologi pendidikan harus mendapat pengakuan dari pemerintah. Walaupun selama ini secara de facto telah diakui, namun secara de jure masih dalam proses pengajuan.

Pengusulan Jabatan Funsional Pengembang Teknologi Pendidikan telah dilakukan sejak lama oleh Pusat Teknologi dan Komunikasi (Pustekkom) Departemen Pendidikan Nasional, namun sampai sekarang masih dalam pembahasan antara Pustekkom Depdiknas, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan), dan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Perkembangan terakhir pembahasan JF-PTP telah memasuki tahap akhir yaitu tanggal 12 September 2008 dan tanggal 22 September 2008 tinggal pengesahannya mudah-mudahan selesai tahun 2008 ini dan disahkan tahun 2009.

Sebagai saran adalah agar pihak pemerintah segera mengesahkan jabatan JF-PTP karena Indonesia sangat membutuhkan profesi ini. Selain itu lulusan Teknologi Pendidikan agar segera berkiprah dalam bidangnya masing-masing, baik di lembaga pemerintah atau swasta. Selain itu menjadi tugas kita semua untuk mensosialisasikan bidang keahlian ini ke masyarakat pengguna pendidikan, terutama Program Sudi Teknologi Pendidikan dan Ikatan Profesi Teknologi Pendidikan Indonesia (IPTPI).




4. Daftar Pustaka

Chaeruman, Uwes Anis, 2008, Kompetensi Sarjana Teknologi Pendidikan, Jakarta: http://www.fakultasluarkampus.net/

Kusuma, Wijaya, 2008, Profesi dan Pendidikan Keahlian Teknologi Pendidikan, Jakarta: http://www.wijayalabs.wordpress.com/

Miarso, Yusufhadi, 2004, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, Jakarta:

Kencana Media Grup.

Prawiradilaga, Dewi Salma, 1999, Konsep Teknologi Pendidikan/Instruksional Makalah Mk. Pengantar Teknologi Pendidikan (1), Jakarta: http://www.teknologipendidikan.net/

Seels Barbara B., Rita C. Richey, (terjemahan Yusufhadi Miarso, dkk.), 1994, Teknologi Pembelajaran Definisi dan Kawasannya, Jakarta: Unit Percetakan Universitas Negeri Jakarta.

Siahaan, Sudirman, 2008, Jabatan Funsional Teknologi Pendidikan, Jakarta: http://www.teknologipendidikan_undiksha.com/

Siahaan, Sudirman, 2008, Jabatan Fungsional Pengembang Teknologi Pembelajaran: Bagaimana Perkembangannya ?, Jakarta: http://www.e-dukasi.net/

Siahaan, Sudirman, 2008, Menguak Konsep Jabatan Fungsional Pengembang Teknologi Pendidikan, Jakarta: http://www.e-dukasi.net/

Sudrajat, Akhmad, 2008, Definisi Teknologi Pendidikan, Jakarta: http://www.akhmadsudrajat.files.wordpress.com/

Surakhmad, Winarno, 1984, Pengantar Interaksi Mengajar-Belajar Dasar dan Teknik Metode Pembelajaran Edisi IV, Bandung: Tarsito.

Tim Redaksi Nuansa Aulia, 2006, Himpunan Perundang-Undangan Republik Indonesia tentang Guru dan Dosen dan Sistem Pendidikan Nasional, Bandung: Nuansa Aulia.

Tirtarahardja, Umar, SL. La Sulo, 2005, Pengantar Pendidikan Edisi Revisi, Jakarta: PT. Asdi Mahastya.

Powered By Blogger