PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA VIDEO TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA
DALAM PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 2 LAIS MUSI BANYUASIN
Harmadi *), M. Djahir Basir dan Riswan Jaenuddin **)
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan media video terhadap motivasi dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Lais Musi Banyuasin. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen tipe Posttest-only control design. Data yang diambil berupa motivasi dan hasil belajar siswa dari sebanyak 80 siswa sample yang terdapat di kelas eksperimen dan kelas kontrol. Untuk itu diperlukan alat pengumpul data (instrumen) berupa angket motivasi belajar dan tes hasil belajar siswa. Setelah uji validitas dan reliabilitasnya maka instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengambil data. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji t untuk menguji hipotesis dan melihat pengaruh penggunaan media video terhadap motivasi dan hasil belajar siswa. Sebelum dilakukan pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji homogenitas dan normalitas data. Selain uji t, analisis dilakukan dengan menentukan banyaknya siswa yang memiliki motivasi tinggi dan hasil belajar tinggi pada kedua kelas tersebut. Dari analisis data ternyata sebagian besar siswa pada kelas eksperimen memiliki motivasi tinggi yaitu 35 siswa (87,5%), sedangkan pada kelas kontrol hanya 13 siswa (32,5%).
______________________________________________________
*) Penulis
**)Pembimbing
Hasil belajar pada kelas eksperimen juga menunjukkan banyaknya siswa yang memperoleh hasil belajar tinggi yaitu 35 siswa (87,5%), sedangkan pada kelas kontrol hanya 22 siswa (55%). Rata-rata motivasi belajar siswa pada kelas eksperimen adalah 75 sedangkan kelas kontrol lebih rendah yaitu 61,13. Uji t terhadap perbedaan ini menghasilkan t hitung sebesar 5,6997. Nilai ini melebih nilai t tabel yang hanya 1,6905, sehingga hipotesis alternatif (Ha1) diterima dan hipotesis statistik (Ho1) ditolak. Rata-rata hasil belajar kelas eksperimen sebesar 73 melebihi kelas kontrol yang hanya memperoleh 62. Uji t terhadap perbedaan ini menunjukkan bahwa t hitung sebesar 5,7647 sedangkan pada t tabel hanya 1,990, sehingga hipotesis alternatif (Ha2) diterima dan hipotesis statistik (Ho2) ditolak. Dari analisis ini maka dapat disimpulkan bahwa ”ada pengaruh penggunaan media video terhadap motivasi dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS di SMP Negeri 2 Lais Musi Banyuasin”. Dengan demikian teori-teori yang mengemukakan bahwa media video dapat mempengaruhi motivasi dan hasil belajar siswa sudah terbukti. Dengan adanya kesimpulan dan pembuktian ini maka media video memang salah satu media yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPS khususnya di SMP Negeri 2 Lais pada khususnya dan sekolah lain pada umumnya. Untuk itu sudah saatnya guru, sekolah, dan yang terkait untuk menggunakan, mengadakan bahkan memproduksi media video guna perbaikan kualitas pembelajaran.
Kata kunci: media video, motivasi belajar, hasil belajar siswa.
ABSTRACT
The purpose of this study is to determine the effect the use of video media on motivation and learning outcomes of students in the learning of Social Sciences at the State Junior High School Musi Banyuasin 2 Lais. The research method used is based on experiment type of posttest-only control the design. Data collected in the form of motivation and learning outcomes of students from as many as 80 students sample contained in the experimental class and control class. For that necessary means to collect data (instruments) in the form of learning motivation questionnaire and test results of students' learning. After testing the validity and reliability, the instrument could be used to retrieve data. Data analysis was performed using t test to test the hypothesis and see the impact of the use of video media on student motivation and learning outcomes. Before testing the first hypothesis test of homogeneity and normality of data. In addition to the t test, analysis was done by determining the number of students who have high motivation and high learning achievement in both classes. From the analysis of data that most students in the experimental class that is highly motivated 35 students (87.5%), while in the control class only 13 students (32.5%). Learning outcomes in classroom experiments also indicated the number of students receiving higher learning outcomes of 35 students (87.5%), while in the control class only 22 students (55%). Average student motivation in classroom experiments is 75 while the lower control class is 61.13. T test for differences resulted t count amounted to 5.6997. This value exceeds the value t table which is only 1.6905, so the alternative hypothesis (Ha1) accepted and statistical hypothesis (Ho1) is rejected. Average class learning results of 73 experiments which exceeded the control class only get 62. t test of this difference indicates that t count equal to 5.7647, while the t table is only 1.990, so the alternative hypothesis (Ha2) accepted and statistical hypothesis (Ho2) rejected. From this analysis it can be concluded that the "effect of using video media to motivation and student learning outcomes in teaching social studies at Junior High School Musi Banyuasin 2 Lais. Thus theories that suggest that video media can influence motivation and learning outcomes of students has been proven. Given this evidence, the conclusions and video media is a media that can be used in teaching social studies, especially in SMP Negeri 2 Lais in particular and other schools in general. It's time for teachers, schools, and related to use, hold and even producing a video media to improve the quality of learning.
Keywords: media video, learning motivation, student learning outcomes.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pendidikan merupakan bagian integral dalam kehidupan manusia. Dengan adanya pendidikan manusia akan dapat menggali dan mengembangkan potensi dirinya sehingga menjadi manusia yang mempunyai akhlak, nilai sosial, budaya, ilmu pengetahuan, teknologi dan sebagainya. Mudyaharjo (2001:3) mengartikan pendidikan dalam arti sempit dan dalam arti luas. Pendidikan dalam arti sempit menurutnya adalah segala pengaruh yang diupayakan oleh sekolah terhadap anak dan remaja yang diserahkan kepadanya agar mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka. Sedangkan pendidikan dalam arti luas adalah sebagai suatu pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Dari uraian di atas maka pendidikan mempunyai arah atau tujuan tertentu yang hendak dicapai. Tujuan yang hendak dicapai tersebut adalah pencapaian kompetensi tertentu pada setiap diri siswa.
Agar kompetensi siswa dapat tercapai maka salah satu unsur yang perlu mendapat perhatian adalah pembelajaran. Pembelajaran menurut Winataputra (2007:1.18) merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menginisiasi, memfasilitasi, dan meningkatkan intensitas dan kualitas belajar pada diri siswa. Melalui pembelajaran inilah akan muncul kegiatan belajar. Pembelajaran yang memunculkan kegiatan belajar merupakan pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga dapat membangkitkan dan meningkatkan berbagai kompetensi yang ada di dalam diri siswa serta aspek-aspek lain seperti minat, motivasi, hasil belajar dan sebagainya.
Salah satu upaya penggalian dan peningkatan kompetensi pada diri siswa dapat dilakukan dengan mempelajari Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan kepada siswa di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Tujuan mata pelajaran IPS yang terdapat dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebagai berikut.
“1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungannya.
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.
4.. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyararakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional dan global.”
Menurut Berhard G. Killer dalam Hamalik (1992:6) mengemukakan bahwa ilmu pengetahuan sosial adalah studi yang memberikan pemahaman atau pengertian tentang cara-cara manusia hidup, kebutuhan dasar manusia, kegiatan manusia dalam usaha memenuhi kebutuhan itu dan lembaga-lembaga yang dikembangkan sehubungan dengan hal tersebut. Ilmu Pengetahuan Sosial di sekolah menengah terdiri dari geografi, sejarah, ekonomi, pemerintah, sosiologi dan antropologi (Hamalik, 1992:8). Mata pelajaran IPS untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) terdiri dari materi geografi, sejarah, sosiologi dan ekonomi yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006). Dari tujuan-tujuan di atas nampak bahwa mata pelajaran IPS merupakan mata pelajaran yang berbeda dengan mata pelajaran lainnya karena mata pelajaran ini memiliki karakteristik materi berupa peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi.
Untuk mencapai tujuan dengan berbagai karakteristik tersebut maka ada unsur penting yang sangat berperan dalam pembelajaran IPS yang dapat menggali dan meningkatkan kompetensi serta berbagai aspek dalam diri siswa yaitu media pembelajaran. Berbagai peristiwa, fakta, konsep dan sebagainya berkemungkinan sulit dipahami siswa karena keterbatasan guru, waktu dan tempat untuk menghadirkannya ke dalam kelas, namun dengan adanya media yang sesuai, kesulitan tersebut dapat diatasi. Salah satu fungsi media pembelajaran adalah memperjelas isi pesan yang disampaikan oleh sumber informasi atau guru kepada siswa (Sadiman, et al., 2008:11). Melalui media, semua peristiwa, konsep, dan fakta yang ada dapat dihadirkan ke dalam kelas dengan penggunaan media yang sesuai dengan materi pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran perlu dilakukan mengingat keterbatasan kemampuan guru dalam menyampaikan informasi atau materi pelajaran dan keterbatasan siswa dalam menyerap informasi atau memahami materi pelajaran. Dengan penggunaan media pembelajaran diharapkan guru lebih mudah menyampaikan materi pelajaran dan tercapainya tujuan pembelajaran yang diinginkan. Selain guru, siswa juga dapat mengambil manfaat dari penggunaan media pembelajaran yaitu lebih mudah memahami materi pelajaran yang abstrak atau sulit terjangkau oleh nalar dan indra siswa sehingga tercapainya hasil belajar yang optimal.
Video merupakan salah satu media pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPS. Walaupun video memiliki kelemahan seperti kesulitan mendapatkan atau memproduksinya, namun media video memiliki keunggulan dibandingkan media lainnya dan sesuai untuk digunakan dalam pembelajaran IPS. Keunggulan media video adalah dapat menampilkan gambar bergerak yang disertai suara sekaligus (Smaldino, Lowther dan Russel, 2008:309). Selain itu Arsyad (2003:48) juga mengemukakan bahwa media video dapat menggambarkan suatu obyek yang bergerak bersama-sama dengan suara alamiah atau suara yang sesuai. Dengan menggunakan media video maka informasi berupa peristiwa, fakta, konsep dan sebagainya dapat dihadirkan ke dalam ruang kelas.
Keunggulan lain dari penggunaan media video adalah dapat merangsang keinginan belajar (stimulate appetite to learn), memotivasi untuk keberhasilan belajar (motivate use of a strategy by showing its success) dan sebagainya (Koumi, 2006:49). Selain itu Wilkinson (1984:57) menyimpulkan beberapa hasil penelitian mengenai media pembelajaran seperti berikut ini: “Media pendidikan mempunyai dampak yang berarti bagi pencapaian siswa dan citra diri mereka, jika media tersebut dipilih dan / atau diproduksi secara cermat dengan memperhitungkan ciri-ciri media dan karakteristik siswa serta diintegrasikan secara sistematik ke dalam program instruksional”. Kesimpulan hasil penelitian tersebut didasarkan beberapa penelitian, salah satunya adalah penelitian media film. Craig pada tahun 1956 melakukan penelitian eksperimen penggunaan media film. Setelah dilakukan tes pada akhir pembelajaran, ternyata siswa yang menonton film bersuara (video) lebih baik hasilnya dibandingkan dengan siswa yang menonton film tidak bersuara (bukan video) (Wilkinson, 1984:17). Ia pun menyimpulkan bahwa tes yang dilakukan setelah menonton akan meningkatkan motivasi belajar. Penelitian lainnya dilakukan Scramm pada tahun 1973 dengan tujuan untuk menguji pendapat Gagne bahwa kondisi yang diperlukan untuk belajar dapat dihasilkan oleh setiap media. Scramm berkesimpulan bahwa siswa yang telah mempunyai motivasi dapat belajar dari media apa saja jika media tersebut dipakai menurut kemampuannya dan disesuaikan dengan kebutuhan (Wilkinson, 1984:16). Berbicara hasil penelitian, Danim (1994:1) mengemukakan: “Hasil penelitian secara nyata membuktikan bahwa penggunaan alat bantu sangat membantu aktivitas proses belajar mengajar di kelas terutama peningkatan prestasi belajar siswa/mahasiswa.” Dari pendapat ini maka dapat disimpulkan bahwa media pada umumnya dan media video khususnya dapat membangkitkan semangat siswa untuk belajar. Dengan adanya semangat tersebut berarti siswa telah termotivasi untuk belajar. Siswa yang termotivasi dapat dilihat dari ciri-cirinya seperti tekun menghadapi tugas, menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah, senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal dan sebagainya Sardiman (1986:83). Dari pendapat ini dapat pula disimpulkan bahwa siswa yang memiliki motivasi belajar akan nampak dari aktivitasnya dalam belajar. Dengan adanya aktivitas belajar maka berkemungkinan besar dapat pula menimbulkan hasil belajar yang tinggi pula.
Aktivitas belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh siswa selama proses belajar. Aktivitas belajar adalah aktivitas yang penting dalam pembelajaran, seperti yang dikemukakan oleh Nasution (1995:86): “Dari semua asas didaktik boleh dikatakan aktivitaslah asas yang terpenting oleh sebab belajar sendiri merupakan suatu kegiatan. Tanpa kegiatan tak mungkin seorang belajar.” Aktivitas belajar seperti mendengarkan, memandang, menulis, membaca dan sebagainya (Soemanto, 2006:107), merupakan dasar dari semua proses pembelajaran. Riyanto (2002:56) mengemukakan: “Belajar merupakan aktivitas pribadi dan bersama. Aktivitas-aktivitas inilah yang merupakan indikator adanya kegiatan belajar sebagai akibat adanya motivasi pada diri siswa.
Dengan demikian ada keterkaitan antara penggunaan media video, motivasi belajar dan hasil belajar siswa. Penggunaan video akan menimbulkan motivasi belajar siswa, motivasi belajar siswa akan nampak dalam aktivitas siswa tersebut dalam belajar yang pada akhirnya dapat menimbulkan hasil belajar siswa yang optimal. Namun demikian keterkaitan tersebut masih perlu ditelaah lebih lanjut, karena keterkaitan antara variabel yang satu dengan lainnya belum tentu positif. Kemungkinan-kemungkinan tersebut dapat saja terjadi sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada pada saat itu. Dengan demikian secara teoritis memang ada kaitan antara penggunaan video, motivasi belajar, dan hasil belajar siswa, namun kenyataan di lapangan berkemungkinan lain, karena banyak faktor lain yang berkaitan dengan diri siswa, guru dan sebagainya. Dari uraian di atas maka perlu adanya suatu pengkajian di lapangan melalui kegiatan penelitian untuk melihat kaitan tersebut.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa media video memiliki beberapa keunggulan dan cocok digunakan dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Sehubungan dengan itu peneliti berkeinginan untuk meneliti dan mengkaji penggunaan media video, motivasi belajar, dan hasil belajar siswa di tempat peneliti bertugas yaitu di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Lais Kabupaten Musi Banyuasin. Ketertarikan ini berawal dari pengalaman peneliti yang bertugas sebagai guru IPS di SMP Negeri 2 Lais Musi Banyuasin, berdasarkan pengalaman selama ini tampak adanya kesulitan siswa dalam memahami materi pelajaran yang ditandai sulitnya mencapai nilai ketuntasan minimal 65 yang telah ditetapkan oleh sekolah (data terlampir). Selain itu siswa berdasarkan pengamatan sehari-hari dalam kegiatan pembelajaran siswa tampak bosan dengan sajian materi yang mungkin kurang menarik, atau mungkin pula karena media pembelajaran yang tidak sesuai dan monoton atau metode mengajar yang tidak bervariasi sehingga siswa kurang beraktivitas dalam pembelajaran. Peneliti dan beberapa orang guru sejawat pernah mendiskusikannya secara tidak formal dan menduga adanya kurang motivasi pada diri siswa dalam kegiatan pembelajaran. Gejala-gejala tersebut mengindikasikan adanya keterkaitan antara penggunaan media pembelajaran, motivasi, dan hasil belajar siswa.
Sehubungan dengan itu maka perlu adanya upaya untuk menggunakan media pembelajaran yang sesuai, bervariasi dan menarik. Penggunaan media yang selama ini dilakukan seperti bagan, peta konsep dan sejenisnya diduga membuat siswa bosan dan tidak menarik, di samping faktor-faktor lainnya. Hal ini dapat dimaklumi bahwa siswa pada usia tersebut tampak selalu menginginkan sesuatu yang baru dalam pembelajaran sepanjang pengetahuan peneliti yang telah bertugas selama ini. Selain itu penggunaan media berbasis teknologi informasi dan komunikasi pada umumnya dan media video pada khususnya sudah sepantasnya dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh guru mengingat banyak unsur positif yang ditimbulkan dengan penggunaan teknologi informasi tersebut. Selain adanya unsur positif, penggunaan teknologi informasi merupakan pembaharuan dalam pembelajaran (Wijaya, Djadjuri, dan Rusyan, 1988:42). Dengan adanya pemanfaatan teknologi informasi diharapkan dapat menunjang perkembangan, penguasaan dan kecintaan terhadap teknologi informasi, jangan sampai “gaptek” (gagap teknologi) (Rochaety, Rahayuningsih, dan Yanti, 2005:41).
Identifikasi Masalah
Dari uraian di atas timbul masalah-masalah seperti kesulitan siswa mencapai hasil belajar yang sesuai dengan standar ketuntasan minimal 65 yang telah ditetapkan oleh sekolah, penggunaan media yang monoton atau metode mengajar yang tidak bervariasi, dan rendahnya motivasi siswa. Masalah-masalah tersebut secara teoritis mempunyai keterkaitan satu sama lain. Keterkaitan itu dapat terjadi antara penggunaan media video, motivasi, dan hasil belajar. Mengingat kompleksnya masalah tersebut maka dalam penelitian ini diadakan pembatasan dan perumusan masalah sehingga dalam perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan penelitian ini akan lebih terarah. Sehubungan dengan masalah di atas maka diperlukan adanya satu kelas eksperimen yang diberi perlakuan menggunakan media video dan kelas kontrol yang tidak diberikan perlakuan menggunakan media video. Fungsi kelas kontrol adalah sebagai pembanding dari kelas eksperimen.
Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas maka masalah tersebut dibatasi seperti di bawah ini. Media video yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa CD (compact disk) Video Pendidikan Sekolah yang diproduksi oleh Pustekkom (Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan) Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia materi “Kegiatan Konsumsi”, “Kegiatan Distribusi”, dan “Kegiatan Produksi”. Penelitian ini tidak dimaksudkan untuk meneliti produk tersebut tetapi untuk melihat pengaruh penggunaan media video terhadap motivasi, aktivitas belajar dan hasil belajar siswa. Jadi produk tersebut hanya sebagai alat bantu saja. Begitu pula dengan motivasi dibatasi pada motivasi belajar siswa kelas sampel setelah mengikuti pembelajaran IPS dengan menggunakan media video. Sedangkan hasil belajar siswa dibatasi pada hasil belajar siswa kelas sampel setelah mengikuti pembelajaran IPS dengan menggunakan media video. Mata pelajaran IPS dibatasi pada materi kelas VII semester II khususnya materi ekonomi yaitu standar kompetensi nomor 6 dengan kompetensi dasarnya nomor 6.2. Standar kompetensi nomor 6 adalah “Memahami kegiatan ekonomi masyarakat”, sedangkan kompetensi dasarnya nomor 6.2 yaitu “Mendeskripsikan kegiatan pokok ekonomi yang meliputi kegiatan konsumsi, produksi, dan distribusi barang/jasa” (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006).
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Apakah ada pengaruh penggunaan media video terhadap motivasi belajar siswa dalam pembelajaran IPS di SMP Negeri 2 Lais Musi Banyuasin ?
2. Apakah ada pengaruh penggunaan media video terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS di SMP Negeri Atas 2 Lais Musi Banyuasin ?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Ingin mengetahui pengaruh penggunaan media video terhadap motivasi belajar siswa dalam pembelajaran IPS di SMP Negeri 2 Lais Musi Banyuasin.
b. Ingin mengetahui pengaruh penggunaan media video terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS di SMP Negeri Atas 2 Lais Musi Banyuasin.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi siswa, guru, sekolah dan ilmu pengetahuan.
1. Bagi siswa, dengan adanya penggunaan media video, siswa dapat lebih termotivasi dalam belajar karena media video dapat mendekatkan siswa dengan keadaan yang sebenarnya sehingga lebih aktif dalam belajar. Akibat dari itu siswa dapat memahami materi pelajaran lebih mudah yang akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
2. Bagi guru, dengan adanya penggunaan media video, guru mendapatkan umpan balik guna perbaikan dan peningkatkan kualitas pembelajaran. Sehubungan dengan itu guru dapat mengevaluasi guna melihat kekuatan dan kelemahan penggunaan media video dalam kaitannya dengan motivasi dan hasil belajar siswa.
3. Bagi sekolah, dengan adanya penggunaan media video yang dikaitkan dengan motivasi dan hasil belajar siswa, pihak sekolah mendapatkan masukan yang sangat berharga guna kepentingan manajemen sekolah. Pihak sekolah akan dapat melihat efektivitas pembelajaran dengan menggunakan media video, sehingga menjadi suatu pemikiran untuk meneruskan dan mengembangkannya pada mata pelajaran lain.
4. Bagi ilmu pengetahuan, penggunaan media video dalam pembelajaran merupakan wujud nyata penerapan teknologi pendidikan. Selain itu penggunaan media video yang merupakan suatu penelitian dapat menjadi sumbangan besar dalam ilmu pengetahuan khususnya teknologi pendidikan, guna pengembangan teknologi pendidikan masa depan.
TINJAUAN PUSTAKA
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
1. Pengertian dan Ciri-ciri Belajar
Beberapa para ahli telah mengemukakan pendapat mereka tentang belajar.
Slavin (1997:151) mengartikan belajar atau learning sebagai berikut : ”Learning is usually defined as a change in an individual caaused by experience.” Menurutnya belajar didefinisikan sebagai suatu perubahan pada diri individu yang disebabkan oleh pengalaman. Sedangkan Lefrancois (1997:109) mengemukakan : ”Learning is the acquisition of information and knowledge, of skills and habits, and attitudes and beliefs.” Menurutnya belajar merupakan penguasaan terhadap informasi dan pengetahuan dari suatu keterampilan, kebiasaan, sikap dan kepercayaan. Dia juga menyimpulkan pendapat ahli psikologi sebagai berikut: ”...learning as all changes in behavior that result from experience, providing these changes are relatively permanent, do not result simply from growth or maturation, and are not temporary effects of factors such as fatigue or drugs. Belajar adalah semua perubahan tingkah laku yang dihasilkan dari pengalaman, asalkan perubahan-perubahan itu relatif permanen, bukan akibat dari pertumbuhan atau pemasakan seorang anak dan bukan akibat sementara dari faktor-faktor seperti kelelahan atau obat-obatan. Lefrancois memberikan pendapat bahwa belajar merupakan penerimaan pengetahuan dan informasi, keterampilan dan kebiasaan, sikap dan kepercayaan atau keimanan. Ia pun memperkuat pendapatnya dengan menyimpulkan dari ahli psikologi bahwa belajar merupakan semua perubahan tingkah laku yang merupakan hasil dari pengalaman. Pengertian belajar lain yang mempunyai maksud yang sama seperti di atas dikemukakan oleh Bell-Gredler dalam Winataputra (2007:1.5), belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam kemampuan (competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitudes).
Dari pengertian belajar di atas maka dapat dipahami bahwa dalam belajar tidak saja terdiri dari satu aspek pengetahuan saja melainkan banyak aspek yang meliputi semua kemampuan individu. Untuk itu belajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Winataputra, 2007:1.9).
a. Belajar harus memungkinkan terjadinya perubahan prilaku pada diri individu yang meliputi aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan (psikomotor).
b. Perubahan prilaku itu harus merupakan buah dari pengalaman, baik fisik maupun psikis.
c. Perubahan tersebut relatif permanen.
2. Pengertian Pembelajaran
Menurut Winataputra (2007:1.18) pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menginisiasi, memfasilitasi, dan meningkatkan intensitas dan kualitas belajar pada diri siswa. Pendapat Winataputra mengandung arti bahwa pembelajaran merupakan kegiatan mengupayakan agar siswa dapat belajar maksimal dengan cara-cara tertentu. Sebetulnya istilah pembelajaran merupakan terjemahan dari instruction. Menurut Gagne, Briggs, dan Wager dalam Winataputra (2007:1.19): ”Instruction is a set of events that affect learners in such a way that learning is facilitated.” Menurut mereka pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa, atau kegiatan yang berpengaruh langsung terhadap proses belajar siswa. Dari pengertian ini dapat diartikan bahwa pembelajaran terjadi tidak semata-mata oleh kehadiran guru, tetapi juga alat-alat bantu, media pembelajaran dan sebagainya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru dengan cara mengelola sumber belajar, memberikan fasilitas, dan meningkatkan intensitas dan kualitas belajar pada diri siswa agar siswa dapat melakukan aktivitas belajar. Aktivitas belajar merupakan inti dari kegiatan pembelajaran.
3. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang terdapat di Sekolah Menengah Pertama (SMP) berdasarkan KTSP. Mata pelajaran IPS di SMP dikenal dengan sebutan IPS Terpadu yang merupakan gabungan dari Sosiologi, Geografi, Sejarah, Sosiologi dan Ekonomi. Karakteristik mata pelajaran IPS Terpadu merupakan mata pelajaran yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi berkaitan dengan isu sosial. Mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahaman dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Selain itu mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyakarat (BNSP, 2006).
Dari uraian-uraian di atas maka pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial adalah suatu kegiatan yang dirancang sedemikian rupa agar terciptanya kegiatan belajar pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Terciptanya kegiatan belajar merupakan indikasi telah terjadinya kegiatan belajar, bukan belajar-mengajar atau pengajaran. Dengan adanya pembelajaran diharapkan akan dapat tercapainya tujuan-tujuan dari mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial tersebut.
Tujuan mata pelajaran IPS seperti yang terdapat dalam KTSP adalah sebagai berikut (BSNP, 2006).
”1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu dan inkuiri, memecahkan masalah, dan ketrampilan dalam kehidupan sosial.
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan
4.Memiliki kemampuan berkomunikasi, berdisksi, bekerjasama dan berkompetesi dalam masyarakat yang majemuk, ditingkat lokal, nasional dan global.”
4. Hasil Belajar Siswa
Untuk dapat memperoleh hasil belajar siswa maka diperlukan evaluasi yang di dalamnya mencakup pengukuran, tes, penilaian dan pengambilan keputusan. Gagné dan Briggs (1974:283) mengatakan: ”...evaluation in education is to assess the worth of a variety of states or events, from small to large, from the specific to the very general.” Menurutnya evaluasi dalam pendidikan adalah menilai harga dari suatu keberagaman keadaan atau kegiatan, dari yang kecil sampai yang besar, dari khusus sampai ke sangat umum. Evaluasi berkaitan dengan pemberian interpretasi terhadap hasil pembelajaran seperti yang dikemukakan oleh Sudijono (2005:2) bahwa evaluasi merupakan suatu kegiatan atau proses penentuan nilai pendidikan, sehingga dapat diketahui hasil-hasilnya. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Hamalik (1989:1) bahwa evaluasi berkaitan dengan proses pengelolaan dan penafsiran. Dengan adanya evaluasi diharapkan akan memberikan informasi keadaan hasil pembelajaran dalam guna pengambilan keputusan.
Untuk dapat melakukan evaluasi maka perlu dilakukan pengukuran. Pengertian pengukuran menurut Djaali dan Muljono (2008:2) adalah : ”...suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur dalam arti memberi angka terhadap sesuatu yang disebut obyek pengukuran atau obyek ukur.” Dari pengertian ini dapat diartikan bahwa suatu pengukuran dapat dilakukan apabila dilakukan dengan menggunakan suatu alat ukur yang dapat berupa tes dan nontes. Dengan demikian hasil belajar siswa pun diukur dengan menggunakan tes, seperti yang dikemukakan oleh Djaali dan Muljono (2008:4) seperti berikut: ”Prestasi atau hasil belajar diukur dengan menggunakan tes.”
Salah satu jenis tes adalah tes hasil belajar siswa, yaitu suatu tes yang berguna untuk membantu siswa untuk melihat kemajuan dirinya dan memudahkan guru dalam mengambil keputusan tentang rencana pembelajaran dan membantu sekolah menilai berbagai aspek kurikulum, yang menggambarkan kemajuan belajar siswa (Hamalik, 1989:14). Tes juga merupakan alat ukur yang sering digunakan untuk mengukur keberhasilan siswa mencapai kompetensi (Sanjaya, 2008:235). Tes hasil belajar siswa dapat pula dikatakan sebagai suatu tes untuk mengukur dan menilai hasil belajar siswa dengan cara dan prosedur tertentu (Sudijono, 2005:74). Dari uraian di atas maka hasil belajar siswa adalah hasil belajar atau keadaan siswa setelah mengikuti proses pembelajaran tertentu dalam jangka waktu tertentu yang berupa perubahan prilaku baik kognitif, afektif maupun psikomotor.
Sebuah tes yang baik harus disusun sedemikian rupa menurut kaidah-kaidah penulisan tes. Selain itu sebuah tes juga harus valid dan reliabel (Safari, 2003:6). Menurut Kubiszyn dan Borich (1993:292), validitas atau validity adalah ”... Does the test measure what it is supposed to measure ?” , sedangkan reliabel atau reliability adalah ”...Does the test yield the same or similar scores (all other factors being equal) consistently ?” Jadi suatu tes yang baik haruslah mengukur apa yang seharusnya diukur. Artinya tes tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga betul-betul dapat dijadikan suatu alat ukur atau alat tes. Sedangkan suatu tes yang reliabel adalah tes yang dapat untuk mengukur siswa manapun. Artinya tes tersebut mantap sebagai alat ukur, siswa manapun dapat diukur dengan tes tersebut. Untuk dapat mengetahui valid dan reliabelnya suatu tes maka sekarang ini telah dikembangkan beberapa tes validitas dan tes reliabilitas. Dengan adanya suatu instrumen tes yang valid dan reliabel diharapkan akan menjadikan pengukuran tersebut dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan.
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
Slameto (2010:54) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar ada dua macam, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern menurutnya seperti faktor jasmaniah yang berupa kesehatan, cacat tubuh; faktor psikologis berupa intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan; dan faktor kelelahan.
Faktor ekstern seperti faktor keluarga, sekolah dan masyarakat. Faktor keluarga meliputi cara orang tua mendidik, relasi antaranggota keluarga, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan; faktor sekolah berupa metode mengajar, kurikulum, relasi guru dan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah; faktor masyarakat berupa kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat. Dari pendapat di atas maka dapat terlihat hampir semua faktor dalam kehidupan siswa dapat mempengaruhi belajar baik dari dalam diri siswa maupun dari luar diri siswa.
Dari uraian di atas itu pula dapat disimpulkan bahwa belajar dapat dipengaruhi oleh motivasi belajar, metode mengajar serta media yang digunakan. Penggunaan media dapat berpengaruh terhadap motivasi belajar dan hasil belajar siswa. Siswa dapat tertarik untuk belajar dengan adanya penggunaan media yang sesuai dengan materi pelajaran yang pada akhirnya dapat mempengaruhi hasil belajar. Dengan demikian penggunaaan media, motivasi belajar dan hasil belajar siswa merupakan tiga unsur yang saling berkaitan.
MEDIA PEMBELAJARAN
1. Pengertian dan Manfaat Media Pembelajaran
Media berasal dari bahasa latin “Medium” yang mempunyai arti perantara” atau “pengantar” yaitu perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Beberapa ahli memberikan definisi tentang media pembelajaran. Heinich, Molenda, dan Russel (1982:8) mengemukakan bahwa media pembelajaran merupakan sesuatu yang menyampaikan informasi dari sumber kepada penerima informasi tersebut seperti apa yang mereka kemukakan : “Derived from the Latin medium, “between” the term refers to anything that carries information between a source and a receiver”. Sementara itu pengertian yang serupa dikemukakan oleh AECT seperti dikutip oleh Rahadi (2003:8) berpendapat bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan orang untuk menyaalurkan pesan. Sedangkan, National Education Associaton (NEA) dalam Angkowo dan Kosasih (2007:10) mengungkapkan bahwa media pembelajaran sebagai bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak, audio visual serta peralatannya. Dari ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi, dapat merangsang fikiran, perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri siswa.
Media pembelajaran memiliki beberapa manfaat sebagai berikut (Arsyad, 2003:26):
a. Media pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan dan informasi.
b. Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar.
c. Media pembelajaran dapat mengatasi indera, ruang dan waktu.
d. Media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa di lingkungan mereka dan memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta didik dengan lingkungannya.
Dari uraian di atas maka media pembelajaran berfungsi memperjelas materi yang disampaikan dari yang abstrak menjadi lebih konkret. Semakin konkret materi pelajaran tersebut maka materi pelajaran tersebut akan semakin mudah dipahami. Dengan demikian media yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran tersebut sedapat mungkin menggunakan media yang konkret. Berikut ini Edgar Dale dalam Heinich, Molenda dan Russel (1982:12) yang memberikan gambaran suatu pengalaman yang terkenal dengan sebutan kerucut pengalaman (cone of experience) seperti di bawah ini.
|
Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa memerankan langsung atau mengalami langsung (enactive) seperti: pengalaman langsung (direct, purposeful experiences), pengalaman buatan (contrived experiences), dramatisasi (dramatized experiences), demonstrasi (demonstrations), karya wisata (field trips), dan pameran (exhibits) merupakan pengalaman yang sangat besar pengaruhnya terhadap ingatan atau pemahaman. Berbeda dengan gambar (iconic) seperti: gambar hidup (motion pictures), televisi (television), radio (radio), rekaman (recordings), dan gambar mati (still pictures) mempunyai pengaruh yang lebih kecil terhadap ingatan dan pemahaman. Sedangkan pengalaman abstrak (abstract) seperti lambang visual (visual symbols) dan lambang verbal (verbal symbols) mempunyai pengaruh yang sangat kecil terhadap ingatan dan pemahaman dibandingkan pengalaman langsung dan dengan gambar. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa semakin konkret pengalaman siswa terhadap materi pembelajaran maka akan semakin besar ingatannya atau pemahamannya terhadap materi pelajaran tersebut. Sebaliknya semakin abstrak pengalaman terhadap materi pelajaran maka akan semakin kecil pengaruhnya terhadap ingatan dan pemahaman terhadap materi pembelajaran tersebut, sehingga mirip kerucut (cone). Semakin abstrak materi yang disampaikan maka semakin sulit untuk dipahami begitu pula semakin konkret materi pembelajaran itu disampaikan maka akan semakin mudah dipahami oleh siswa. Sehubungan dengan penguasaan siswa tersebut, Rohani (2004:8) mengemukakan bahwa apabila siswa hanya mendengar saja, maka hasil penyerapannya hanya sekitar 15%, tetapi apabila ditambah melihat maka penguasaan diperkirakan mencapai 55%, sedangkan ditambah dengan berbuat atau mengalami langsung, hasil penguasaannya mencapai sekitar 90%.
3. Jenis-Jenis Media Pembelajaran
Smaldino, Lowther dan Russel (2008:6) mengelompokkan media pembelajaran menjadi enam jenis yaitu: “…..text, audio, visuals, video, manipulatives (objects), and people.” Sedangkan Heinich, Molenda dan Russel (1982:8) mengelompokkan media menjadi:”… film, television, radio, audio recordings, photographs, projected visuals, printed materials, and the like are media of communication”. Pada dasarnya kedua pendapat di atas mempunyai kesamaan pandangan, hanya saja pengelompokkan dan penamaan yang berbeda.
Penamaan yang berbeda juga terdapat dalam pendapat Seels dan Richey (1994:37) yaitu media hasil teknologi cetak, media hasil teknologi audio visual, media hasil teknologi yang berdasarkan komputer, dan media hasil gabungan teknologi cetak dan komputer. Menurut Rudy Bretz dalam Sadiman et al. (2008:21) ada 8 (delapan) klasifikasi media, yaitu media audio visual gerak, media audio visual diam, audio semi gerak, media visual bergerak, media visual diam, media semi gerak, media audio, dan media cetak. Dari pendapat Bretz di atas ternyata ia mengelompokkan media menjadi tiga kategori besar yaitu suara, visual dan gerak. Berbeda dengan Anderson dalam Rahadi (2003:21) mengelompokkan media pembelajaran menjadi 10 (sepuluh) seperti berikut ini.
Kelompok Media | Contoh Media | |
1. | Audio | Kaset audio, siaran radio, CD, telepon |
2. | Cetak | Buku pelajaran, modul, brosur, leaflet, gambar |
3. | Audio – Cetak | Kaset audio yang dilengkapi bahan tertulis |
4. | Proyeksi Visual Diam | Overhead transparansi (OHT), film bingkai (slide) |
5. | Proyeksi Audio Visual Diam | Film bingkai (slide) suara |
6. | Visual Gerak | Film bisu |
7. | Visual Gerak dengan Audio | Film suara, video/vcd/dvd |
8. | Obyek fisik | Benda nyata model , spesimen |
9. | Manusia dan lingkungan | Guru, pustakawan, laboran |
10. | Komputer | CAI (pembelajaran berbantuan computer), CBI (pembelajaran berbasis komputer) |
Video sebagai Media Pembelajaran
a. Pengertian Media Video
Video merupakan salah satu jenis media pembelajaran yang tergolong audio visual. Berikut ini adalah beberapa pendapat yang memberikan pengertian media video. Smaldino Lowther and Russel (2008:309) mengemukakan seperti ini: “…the term video to refer to electronic storage of moving images (videocassette, DVDs, computer-based video, and internet video).” Sedangkan Arsyad (2003:48) mengemukakan seperti ini: “…video dapat menggambarkan suatu obyek yang bergerak bersama-sama dengan suara alamiah atau suara yang sesuai.” Pada halaman yang sama ia juga mengatakan: “…video melukiskan gambar hidup dan suara memberinya daya tarik sendiri.” Pendapat lain yang tidak jauh berbeda dari dua pendapat di atas dikemukakan oleh Rahadi (2003:35): “...video dapat menampilkan suara, gambar, dan gerakan sekaligus.” Umumnya media video berupa CD (compact disk). Berdasarkan ketiga pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa media video merupakan gambar hidup atau bergerak yang disertai suara sekaligus.
b. Kelebihan dan Kekurangan Media Video
Kelebihan dan kelemahan media video adalah sebagai berikut (Sadiman et al. 2008:74).
Kelebihannya adalah :
- dapat menarik perhatian untuk priode-priode yang singkat dan rangsangan luar lainnya,
- dapat memperoleh informasi dari ahli-ahli/spesialis,
- demontrasi yang sulit bisa dipersiapkan dan direkam sebelumnya, sehingga pada waktu mengajar guru bisa memusatkan perhatian pada penyajiannya,
- menghemat waktu dan rekaman dapat diputar berulang-ulang,
- kamera bisa mengamati lebih dekat objek yang sedang bergerak atau obyek yang berbahaya,
- keras lemah suara bias diatur dan disesuaikan bila akan disisipi komentar yang akan didengar,
- gambarnya dapat dihentikan dapat diatur dan dikontrol guru,
- ruangan penyajian tidak pelu digelapkan.
Kekurangannya adalah:
- perhatian siswa sulit dikuasai,
- sifat komunikasinya bersifat satu arah dan harus diimbangi dengan pencarian umpan balik yang lain,
- memerlukan peralatan mahal dan kompleks.
Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa media video mempunyai kelebihan yaitu: 1. dapat menampilkan gambar bergerak dan suara sekaligus terhadap suatu obyek sampai bagian yang sekecil-kecilnya, 2. dapat diatur suaranya dan dapat diputar berulang-ulang, 3. guru dapat membuat media video sendiri sesuai dengan kebutuhan dan tujuan belajar, 4. dapat meningkatkan minat dan motivasi siswa, 5. dapat menampilkan obyek yang tidak mungkin dapat dilihat oleh siswa.
Kekurangannya yaitu: 1. biayanya mahal, memerlukan listrik, tidak tersedianya kaset atau CD (compact disk) yang sesuai dengan pembelajaran, 2. komunikasinya bersifat satu arah dan tidak semua siswa dapat mengikuti informasi yang disajikan, 3. kadang-kadang tidak semua materi tersedia dalam bentuk media video dan guru harus merangcang dan membuat sendiri.
Sehubungan dengan motivasi, emosional atau perasaan maka Koumi (2006:49) mengatakan bahwa media video dapat:
- merangsang keinginan belajar (stimulate appetite to learn),
- membina dan memacu dalam bertindak (galvanize, spur into action),
- memotivasi suatu strategi untuk melihat keberhasilan belajar (motivate use of a strategy by showing its success),
- mengurangi keterasingan siswa yang jauh ( alleviate isolation of the distant learner),
- merubah sikap atau apresiasi, menyebabkan simpati yang berlebihan (change attitude or appreciation, engender empathy),
- menenangkan, membesarkan hati sehingga percaya diri (reassure, encourage self-confidence),
- membuktikan abstraksi akademis (authenticate academic abstractions).
c. Isi Media Video Produksi Pustekkom
Media video merupakan salah satu jenis produk yang dihasilkan oleh Pustekkom (Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan) Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Ada tiga video yang digunakan dalam penelitian ini yaitu video pendidikan sekolah yang berjudul “kegiatan konsumsi”, “kegiatan distribusi” dan “kegiatan produksi”. Masing-masing video ini berisi materi pelajaran yang sesuai dengan judul tersebut. Dalam video kegiatan konsumsi digambarkan kegiatan konsumsi yang terjadi pada individu dan masyarakat pada umumnya. Sedangkan dalam video kegiatan distribusi digambarkan kegiatan distribusi yang terjadi di masyarakat mulai dari produsen sampai ke konsumen. Sedangkan di dalam video kegiatan produksi digambarkan kegiatan produksi yang terjadi di lembaga-lembaga produsen baik skala kecil, menengah maupun besar. Tampilan video ini cukup baik dan diharapkan dapat menjadi media yang memiliki keunggulan dan sesuai dengan materi pelajaran yang terdapat di dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial khususnya pada Kompetensi Dasar 6.2 yaitu Kegiatan Ekonomi.
|
Motivasi Belajar Siswa
a. Pengertian, Peranan dan Fungsi Motivasi dalam Pembelajaran
Berikut ini beberapa pendapat yang mengemukakan pengertian motivasi. Pengertian motivasi (motivation) menurut Chaplin (1999:310) adalah satu variabel penyelang (yang ikut campur tangan) yang digunakan untuk menimbulkan faktor-faktor tertentu dalam organisme, yang membangkitkan, mengelola, mempertahankan dan menyalurkan tingkah laku menuju satu sasaran. Woolfolk (1998:372) mengatakan: “Motivation is usually defined as an internal state that arouses, directs, and maintains behavior.” Menurutnya motivasi biasanya didefinisikan sebagai suatu keadaan internal yang menggerakkan, mengatur dan membangkitkan tingkah laku. Sedangkan Slavin (1997:380) mengatakan : “Motivation as an internal process that activates, guides, and maintains behaviour over time.” Menurutnya motivasi adalah suatu proses internal yang mengaktifkan, mengarahkan dan membangkitkan tingkah laku.
Pendapat lain dikemukakan oleh Reiser dan Dempsey (2002:86) sebagai berikut: “…motivation refers to a person’s desire to persue a goal or perform a task, which is manifested by choice of goals and effort (persistence plus vigor) in persuing the goal.” Menurutnya motivasi merupakan suatu keinginan seseorang untuk mencapai suatu tujuan atau menampilkan stau tugas, yang diwujudkan oleh pilihan tujuan dan usaha.
Motivasi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam pembelajaran. Mulyasa (2006:174) mengemukakan sebagai berikut.
“Motivasi merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, karena peserta didik akan belajar sungguh-sungguh apabila memiliki motivasi yang tinggi. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, guru harus mampu membangkitkan motivasi belajar peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran.”
Apa yang dikemukakan Mulyasa tersebut merupakan suatu kenyataan dalam pembelajaran, peran guru dalam memotivasi siswa sangat penting, guna pencapaian tujuan pembelajaran. Motivasi yang diberikan oleh guru sangat berpengaruh terhadap kegiatan belajar siswa. Seperti yang dikemukakan oleh Sukmadinata (2004:133) bahwa motivasi dapat melibatkan emosi, kecemasan ataupun sikap yang membangkitkan semangat untuk berusaha atau berbuat dan dapat menimbulkan beberapa pengaruh dalam kegiatan belajar seperti berikut ini.
- Pengaruh motivasi terhadap initial learning. Motivasi mendorong dan meningkatkan proses belajar melalui peningkatan perhatian, kesiapan belajar serta kegiatan belajar.
- Pengaruh motivasi terhadap retensi dan reproduksi. Motivasi berpengaruh besar pada pada peningkatan dan pengurangan retensi (ingatan) dan reproduksi (menyatakan kembali) terhadap apa yang pernah dikuasainya
- Pengaruh sikap terhadap belajar. Sikap merupakan kecenderungan untuk memberikan penilaian positif atau negatif suatu peristiwa, orang atau objek. Sikap dapat mendorong atau menghambat munculnya aktivitas belajar. Sikap memiliki unsur kognitif (pengetahuan), efektif (sikap) dan konatif (semangat, dorongan).
Dari uraian di atas ternyata motivasi sangat berpengaruh dalam kegiatan pembelajaran. Ini menunjukkan bahwa motivasi betul-betul berfungsi dalam pembelajaran. Secara umum ada tiga fungsi motivasi (Angkowo dan Kosasih, 2007:35) yaitu sebagai berikut.
- Mendorong manusia untuk berbuat sehingga motivasi berfungsi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi.
- Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai.
- Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan yang harus dijalankan guna mencapai tujuan yang dumaksud dan mengesampingkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat.
Dari uraian di atas maka motivasi berfungsi sebagai pendorong manusia untuk berbuat sesuatu; sebagai penentu arah tujuan yang hendak dicapai; sebagai pembangkit rasa ingin tahu dan sebagai pemusat perhatian siswa.
b. Ciri-ciri Motivasi
Beberapa pendapat berikut mengemukakan ciri-ciri motivasi. Sardiman (1986:83) mengemukakan ciri-ciri motivasi sebagai berikut.
- Tekun menghadapi tugas.
- Ulet menghadapi kesulitan.
- Menunjukkan minat terhadap bewrmacam-macam masalah.
- Lebih senang bekerja mandiri.
- Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin.
- Dapat mempertahankan pendapatnya.
- Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu.
- Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.
Dari uraian di atas, apabila siswa telah memenuhi ciri-ciri tersebut maka menurut Sardiman berarti siswa tersebut telah memiliki motivasi yang kuat, misalnya tekun menyelesaikan tugas-tugas mata pelajaran, dapat mempertahankan pendapat yang diyakininya dan sebagainya.
Ciri-ciri lain dikemukakan oleh Djaali (2008:105) bahwa seseorang telah termotivasi dapat dilihat dari keinginan seseorang itu untuk berbuat lebih maju untuk berprestasi, memiliki minat yang tinggi, lebih mendekati objek yang menyenangkan tersebut dan sebagainya. Pendapat yang sama disampaikan oleh Pidarta (2007:230): “Ciri-ciri motivasi yang mendorong untuk berprestasi adalah mengejar kompetensi, usaha mengaktualisasi diri, dan usaha berprestasi.” Dengan demikian seorang siswa yang termotivasi tanpak adanya keinginan siswa untuk maju.
Sedangkan menurut Gagné dan Driscoll (1988:71) yang mengutip beberapa pendapat ahli mengemukakan bahwa salah satu model motivasi adalah model ARCS (Attention, Relevance, Confidence, Satisfaction). Attention (perhatian) adalah suatu cara yang dilakukan sedemikian rupa sehingga siswa menaruh perhatian dalam pembelajaran atau mempunyai ketertarikan atau rasa ingin tahu. Relevance (kegunaan) adalah cara yang dilakukan dengan memberikan kesadaran akan pentingnya materi pembelajaran tersebut dengan kebutuhan atau kondisi siswa. Berarti siswa yang termotivasi akan dapat dilihat dari sadar atau tidak terhadap materi pembelajaran tersebut dalam kehidupannya. Confidence (kepercayaan diri) adalah rasa percaya diri siswa terhadap materi pembelajaran yang ia pelajari. Siswa yang percaya diri merupakan siswa yang termotivasi untuk berbuat positif. Ia merasa dirinya mampu melakukan suatu pekerjaan atau tugas, bahkan ia memiliki kepercayaan dirinya untuk berhasil. Satisfaction (kepuasan) adalah rasa puas siswa akibat belajar. Dengan adanya rasa puas ini siswa akan terus belajar meningkatkan prestasinya.
Dari ciri-ciri tersebut sebetulnya dapat disimpulkan bahwa seorang siswa telah termotivasi apabila telah nampak prilaku seperti rasa ingin tahu, keinginan untuk maju atau berprestasi, dan adanya rasa percaya diri. Hal itu seperti dikemukakan oleh Angkowo dan Kosasih (2007:43) bahwa sumber munculnya motivasi belajar adalah: a. Rasa ingin tahu (couriosity), b. Keinginan untuk berprestasi (need achievement), c. Rasa percaya diri (self afficacy, confidence).
Dari pendapat-pendapat di atas maka ciri-ciri motivasi dapat pula dirumuskan sebagai berikut:
a. adanya perhatian atau rasa ingin tahu,
b. keinginan ingin maju atau berprestasi,
c. menyadari akan kegunaan materi
pembelajaran,
d. percaya diri, selalu berbuat positif, dan
e. merasa puas dan selalu meningkatkan
prestasinya.
c. Macam-macam Motivasi Belajar
Ada dua macam motivasi yang umumnya dikemukakan oleh ahli psikologi yaitu motivasi intrinsik (intrinsic) dan motivasi ekstrinsik (extrinsic) (Owen, 1998:120). Woolfolk (1998:374) mengemukakan : “Motivation that stems from factors such as interest or curiosity is called intrinsic motivation”, “…when we do something in order to earn a grade or reward, avoid punishement, please the teacher, or for some other reason that has very little to do with the task itself we experience extrinsic motivation.” Menurutnya motivasi intrinsik adalah motivasi yang berupa faktor-faktor seperti minat atau keingintahuan. Sedangkan motivasi ekstrinsik menurutnya adalah motivasi yang berasal dari luar individu seperti mengharapkan hadiah, menghindari hukuman dan sebagainya. Sedangkan Sardiman (2008:89) motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif dan berfungsi sehingga tidak perlu dirangsang dari luar, karena di dalam individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Motivasi ekstrinsik menurutnya adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena ada ransangan dari luar.
Dari pendapat di atas maka dapat dikatakan bahwa motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam diri siswa. Motivasi ini muncul dari dalam diri siswa tanpa adanya rangsangan dari luar. Misalnya siswa mau bekerja keras menyelesaikan tugas mata pelajaran karena menyukai mata pelajaran tersebut. Motivasi ekstrinsik merupakan motivasi yang berasal dari luar diri siswa. Motivasi ini muncul setelah adanya rancangan dari luar diri siswa. Misalnya siswa bekerja keras menyelesaikan tugas mata pelajaran karena mengharapkan hadiah yang dijanjikan oleh guru.
Kedua motivasi ini dapat dimiliki oleh seorang siswa. Untuk dapat membangkitkan kedua motivasi ini maka salah satunya dapat dilakukan oleh pihak sekolah atau guru (Yahya, 2003:20). Yang dapat dilakukan oleh guru dalam memberikan motivasi belajar, dikemukakan oleh Salisbury dalam Angkowo dan Kosasih (2007:44) adalah sebagai berikut.
1. Meningkatkan mutu pembelajaran dengan lima macam teknologi mendasar yaitu berpikir sistematik, desain sistem, ilmu pengetahuan yang bermutu, manajemen perubahan, dan teknologi pembelajaran.
2. Mempengaruhi harapan siswa
dengan memberikan rasa
percaya diri siswa
akan keberhasilannya.
Selain itu menurut Djiwandono (2002:358) di kelas perlu mempertinggi motivasi intrinsik dengan cara: a. menambah selera siswa untuk ilmu pengetahuan, b. mempertahankan pengetahuan, c. cara penyampaian pelajaran yang menarik dan bervariasi, dan d. Permainan dan simulasi.
d. Peranan Media Video sebagai Motivasi Belajar dalam pembelajaran IPS.
Dari pendapat Owen, Woolfolk, Sardiman, Yahya, Salisbury dan Djiwandono di atas jelas bahwa agar siswa termotivasi maka guru harus melakukan berbagai upaya sehingga motivasi intrinsik dan ekstrinsik dari dalam diri siswa dapat tumbuh. Peningkatan mutu pembelajaran dengan teknologi pembelajaran menjadi salah satu pilihan. Pemanfaatan media video menjadi sangat penting artinya dalam rangka memotivasi siswa dalam pembelajaran. Pemilihan video sebagai media yang dapat memotivasi siswa dalam pembelajaran berkaitan dengan keuntungan media video yang menyajikan gambar bergerak dan bersuara.
Video merupakan salah satu media audio visual yang sangat besar manfaatnya dalam pembelajaran. Dengan melihat beberapa kelebihannya maka media video lebih unggul dibanding dengan media lainnya. Namun setiap media mempunyai manfaat tersendiri bagi materi yang sesuai dengan media video tersebut. Begitu pula media video mempunyai manfaat tersendiri bagi materi pembelajaran yang sesuai.
Materi yang terdapat di dalam Ilmu Pengetahuan Sosial mempunyai karakteristik seperti peristiwa, fakta, konsep, prosedur, dan generalisasi. Karakteristik tersebut terdapat di dalam geografi, sosiologi, ekonomi maupun sejarah. Dengan bantuan media video materi-materi tersebut akan lebih mudah dipahami, karena media video memiliki keunggulan atau kelebihan seperti yang telah diuraikan di atas. Misalnya dengan media video siswa akan dapat mengetahui proses terjadinya gempa bumi vulkanik atau tektonik, atau memahami proses produksi dan distribusi suatu barang. Bukan itu saja dengan adanya media video dapat pula meningkatkan kemampuan menyerap pelajaran baik kognitif, afektif, maupun psikomotor serta interpersonal (Smaldino, Lowther dan Russel, 2008:310). Dengan media video materi pembelajaran akan lebih mudah dipahami dan dapat menimbulkan motivasi belajar siswa.
Sehubungan dengan manfaat media video tersebut, Koumi (2006:3) mengemukakan bahwa media video memiliki kelebihan yaitu: “1. Asissting LEARNING and SKILLS development., 2. Providing (vicarious) EXPERIENCES (the role most often assigned to TV in many institution)., 3. NURTURING (motivations, feelings).” Dari pendapat ini maka media video tidak saja membantu pengembangan belajar dan keterampilan, juga memberikan pengalaman dan menjaga agar motivasi dan emosional atau perasaan tetap tumbuh pada siswa.
Sehubungan dengan motivasi, emosional atau perasaan maka Koumi (2006:49) mengatakan bahwa media video dapat:
1.merangsang keinginan belajar (stimulate
appetite to learn),
2. membina dan memacu dalam bertindak (galvanize, spur into action),
3. memotivasi suatu strategi untuk melihat keberhasilan belajar (motivate use of a strategy by showing its success),
4. mengurangi keterasingan siswa yang jauh ( alleviate isolation of the distant learner),
5. merubah sikap atau apresiasi, menyebabkan simpati yang berlebihan (change attitude or appreciation, engender empathy),
6.menenangkan, membesarkan hati sehingga percaya diri (reassure, encourage self-confidence),
7. membuktikan abstraksi akademis (authenticate academic abstractions).
Dari uraian di atas jelas bahwa media video dapat menyentuh siswa baik secara fisik maupun secara psikis. Siswa akan tertarik dengan sajian mata pelajaran dengan menggunakan media video. Ketertarikan siswa terhadap media video berkaitan dengan keunggulan-keunggulan yang ada pada media video. Dengan tertarik pada media video ini akan dapat menjadikan siswa termotivasi dalam belajar dan diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Kerangka Berpikir
Sekaran dalam Sugiyono (2009:60) mengemukakan bahwa kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Dari pendapat tersebut kerangka berpikir bertujuan untuk memperjelas hubungan antar variabel. Dengan demikian penguasaan terhadap teori-teori yang berkaitan dengan variabel mutlak harus dimiliki oleh seorang peneliti. Dengan adanya kemampuan penguasaan terhadap teori-teori yang berkaitan dengan variabel maka kerangka berpikir yang disusun akan menjadi jelas dan mudah dipahami.
Berdasarkan studi kepustakaan di atas, maka ada beberapa variabel yang berkaitan yaitu penggunaan media video, motivasi belajar, aktivitas belajar dan hasil belajar siswa. Penggunaan video merupakan penggunaan media yang berupa gambar bergerak dan disertai suara. Media video umumnya berupa CD (compact disk) atau media-media lain yang memungkinkan untuk penyimpanannya. Penggunaan media video ini dilakukan mengingat beberapa keunggulannya apabila dibandingkan dengan media lain.
Penggunaan media video sangat sesuai untuk materi-materi yang terdapat di dalam Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), karena IPS terdiri dari materi geografi, sosiologi, ekonomi, dan sejarah yang memiliki karakteristik seperti peristiwa, fakta, konsep, dan sebagainya. Karakteristik materi pelajaran itu tidak semuanya dapat dihadirkan ke ruang kelas, untuk itu video menjadi media alternatif.
Keunggulannya selain memperjelas materi pelajaran juga dapat membuat siswa termotivasi untuk belajar, membuat siswa aktif belajar dan menjadikan hasil belajar siswa lebih baik. Siswa yang termotivasi akibat adanya pembelajaran yang menggunakan media video dapat dilihat dari cirri-cirinya seperti aktif melihat tayangan media video, aktif berdiskusi dan sebagainya. Berarti motivasi belajar siswa dapat membuat aktivitas siswa menjadi meningkat atau aktif. Dengan adanya aktivitas belajar yang tinggi akan membuat hasil belajar lebih optimal.
Dari uraian di atas, maka ada terdapat hubungan antar variabel yaitu penggunaan media video terhadap motivasi belajar dan hasil belajar siswa. Variabel penggunaan media video dapat mempengaruhi motivasi belajar dan hasil belajar siswa. Jadi penggunaan media sebagai variabel bebas, sedangkan motivasi belajar dan hasil belajar siswa sebagai variabel terikat. Pola hubungannya dapat dilihat pada gambar berikut.
Dari gambar di atas tampak hubungan antar variabel yaitu penggunaan media, motivasi belajar dan hasil belajar siswa. Gambar itu juga menunjukkan bahwa dengan menggunakan media (media video) maka siswa akan memiliki motivasi belajar dan hasil belajar siswa yang tinggi. Apakah penggunaan media video betul-betul mempengaruhi kedua variabel terikat tersebut ? Inilah yang harus dibuktikan dengan penelitian.
Hipotesis
Hipotesis merupakan suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto, 2006:71). Dari pendapat itu maka hipotesis dapat pula diartikan sebagai dugaan sementara yang memerlukan jawaban atau memerlukan pembuktian. Ada dua jenis hipotesis yaitu hipotesis alternatif (Ha) dan hipotesis statistik (Ho).
Sehubungan dengan itu maka hipotesis alternatif dan hipotesis statistik yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Ha 1. Ada pengaruh penggunaan media video terhadap motivasi belajar siswa dalam pembelajaran IPS di SMP Negeri 2 Lais Musi Banyuasin.
Ho 1. Tidak ada pengaruh penggunaan media video terhadap motivasi belajar siswa dalam pembelajaran IPS di SMP Negeri 2 Lais Musi Banyuasin.
b. Ha 2. Ada pengaruh
penggunaan Media video
terhadap hasil belajar
siswa dalam pembelajaran IPS
di SMP Negeri 2 Lais Musi
Banyuasin.
Ho 2. Tidak ada pengaruh
penggunaan media video
terhadap hasil belajar siswa
dalam pembelajaran IPS di SMP
Negeri 2 Lais Musi Banyuasin.
Untuk menguji hipotesis Ho 1 dan Ho 2 digunakan rumus t tes atau uji t. Apabila t hitung (to) lebih besar dari t tabel (tt) maka hipotesis alternatif diterima dan hipotesis statistik ditolak. Begitu pula sebaliknya apabila to lebih kecil dari tt maka hipotesis statistik diterima dan hipotesis alternatif ditolak. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada keterangan di bawah ini.
- Hipotesis alternatif 1 (Ha 1) diterima
apabila to > tt
-Hipotesis statistik 1 (Ho 1) diterima apabila to < tt
- Hipotesis alternatif 2 (Ha 2) diterima
apabila to > tt
- Hipotesis statistik 2 (Ho 2) diterima
apabila to < tt
Pengujian hipotesis ini menggunakan uji t dengan derajat kebebasan
(db) = (N1 + N2 - 2 ), pada taraf signifikan 5 % .
METODOLOGI PENELITIAN
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen.. Best (1982:80) mengemukakan sebagai berikut: “Suatu eksperimen mengandung upaya perbandingan mengenai akibat suatu tritmen tertentu dengan suatu tritmen lainnya yang berbeda atau dengan yang tanpa tritmen. Di dalam referensi mengenai ekperimen konvensional yang sederhana, biasanya dibuatkan suatu kelompok eksperimen dan satu kelompok kontrol.”
Dari pendapat itu dapat dikatakan bahwa penelitian eksperimen adalah suatu penelitian yang dilakukan untuk melihat hubungan sebab akibat atau pengaruh antara variabel yang satu dengan lainnya dengan cara memberi perlakuan tertentu terhadap subjek penelitian yang umumnya terdapat sampel ekperimen dan sampel kontrol.
Salah satu bentuk penelitian eksperimen adalah true experimental design yaitu penelitian eksperimen yang menggunakan sampel eksperimen dan sampel kontrol. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan salah satu tipe dari true experimental design yaitu posttest-only control design. Posttest-only control design adalah eksperimen yang menggunakan kelas eksperimen dan kelas kontrol hanya dengan pos tes saja (Sugiyono, 2009:76).
Leedy dan Ormrod (2001:237) menggambarkan pola posttest-only control design atau posttest-only control group design sebagai berikut.
Group | Time | |
Group 1 | Tx | Obs |
Group 2 | - | Obs |
Tx (treatment x) yaitu kelompok yang diberi perlakuan tertentu.
“ – “ yaitu kelompok yang diberi perlakuan tertentu yang lain.
Obs (observation) yaitu pengamatan terhadap dua kelompok.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa di SMP Negeri 2 Lais Kabupaten Musi Banyuasin yang terbagi ke dalam 9 rombongan belajar (kelas) yaitu kelas VII.1, VII.2, VII.3, VIII.1, VIII.2, VIII.3, IX.1, IX.2, IX.3 yang berjumlah 291 siswa.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2009:81). Pendapat lain dikemukakan oleh Arikunto (2006:130) bahwa sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti. Sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 2 rombongan belajar ( 2 kelas) yang diambil secara acak. Jumlah siswa dari 2 kelas itu adalah 80 siswa (satu kelas adalah 40 siswa). Sampel sebanyak 2 kelas itu diyakini sudah cukup untuk mewakili populasi sebanyak 9 kelas atau 9 rombongan belajar. Rombongan belajar yang dijadikan sampel adalah kelas VII.1 sebagai kelas eksperimen dan VII.2 sebagai kelas kontrol. Pengambilan sampel sebanyak itu dilakukan dengan pertimbangan keterbatasan peneliti dari segi kemampuan tenaga, waktu, dan dana. Sampel sebanyak 80 siswa sesuai dengan petunjuk Arikunto (2006:134) bahwa apabila subjek penelitiannya besar atau lebih dari 100 maka besarnya sampel 10% sampai 25%. Jadi 25% dari 291 adalah 72,75, angka ini mendekati dengan besar sampel yang telah diambil di atas.
Langkah-langkah penentuan besar sampel dilakukan sebagai berikut.
a. Dari populasi sebanyak 9 kelas diambil secara acak 2 kelas atau 2 rombongan belajar.
b. Dari dua kelas itu, siswa diacak kembali untuk menentukan kelas sampel dan kelas eksperimen. Pengacakan ini dilakukan dengan memisahkan siswa yang bernomor urut ganjil dan genap dalam suatu kelas dan mencampurkannya ke dalam kelas lain, begitu pula sebaliknya siswa yang bernomor urut genap dan ganjil dipisahkan untuk kemudian dicampurkan ke dalam kelas yang lain (kelas eksperimen dan kontrol).
c. Masing-masing kelas berisi 40 siswa, sehingga jumlah siswa dalam dua kelas itu adalah
80 siswa.
Variabel Penelitian
Ada tiga variabel dalam penelitian ini yaitu penggunaan media sebagai variabel bebas sedangkan motivasi dan hasil belajar siswa sebagai variabel terikat.
Media yang digunakan di dalam penelitian ini adalah pertama, media video produksi Pustekkom Depdiknas RI (Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia). Media ini digunakan dalam pembelajaran IPS pada kelas eksperimen. Selain penggunaan media video, kelas eksperimen juga dilakukan diskusi kelas. Kedua, media buku cetak atau buku paket IPS Kelas VII karangan Sutarto dan kawan-kawan yang diterbitkan oleh Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional tahun 2008. Media buku paket ini digunakan pada kelas kontrol. Kelas kontrol juga dilakukan diskusi kelas. Jadi kelas eksperimen menggunakan media video dalam pembelajaran, sedangkan kelas kontrol tidak menggunakan media video dalam pembelajaran.
Definisi Konsep dan Operasional
Definisi konsep dan definisi operasional dari masing-masing variabel akan dijelaskan di bawah ini.
1. Penggunaan Media Video.
1.2.Definisi konsep
Penggunaan media video adalah penggunaan media pembelajaran berupa gambar hidup atau bergerak yang disertai bersuara.
1.2. Definisi operasional
Penggunaan media video adalah penggunaan video berupa CD (compact disk) produksi Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan (Pustekkom) Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia yang berisi materi “Kegiatan Ekonomi”.
2. Motivasi Belajar
2.1. Definisi Konsep
Motivasi belajar adalah suatu kondisi yang menimbulkan prilaku tertentu pada seseorang.
2.2. Definisi Operasional
Motivasi belajar adalah suatu kondisi yang menimbulkan prilaku tertentu pada diri siswa setelah mengikuti pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dengan menggunakan media video, diukur dengan skor dari angket yang indikatornya berupa adanya perhatian terhadap materi pelajaran, adanya kesadaran akan kegunaan materi pelajaran, adanya rasa percaya diri, adanya rasa puas yang diakibatkan oleh belajar, dan adanya keinginan untuk maju atau berprestasi.
3. Hasil Belajar Siswa
3.1. Definisi konsep
Hasil belajar siswa adalah hasil belajar atau keadaan siswa setelah mengikuti proses pembelajaran tertentu dalam jangka waktu tertentu yang berupa perubahan prilaku baik kognitif, afektif maupun psikomotor.
3.2. Definisi operasional
Hasil belajar siswa adalah perubahan yang terjadi pada diri siswa setelah mengikuti pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial materi “Kegiatan Ekonomi”, dilihat dari skor yang diperoleh setelah dilakukan tes.
Teknik Pengumpulan Data
1. Angket
Data motivasi belajar siswa di ambil dengan menggunakan suatu instrumen berupa angket motivasi belajar. Angket motivasi belajar dibuat dan dikembangkan dari beberapa teori motivasi yang berupa angket tertutup. Banyak pertanyaan/pernyataan dalam angket motivasi belajar adalah 40 item pertanyaan/pernyataan yang terdiri dari 20 pertanyaan (positif) dan 20 pernyataan (negatif) dengan dua pilihan jawaban. Pilihan jawaban yang disediakan dalam angket motivasi belajar adalah dua pilihan jawaban yaitu “ya” dan “tidak”, jawaban “ya” diberi skor 1 dan “tidak” diberi skor 0 (instrumen terlampir). Angket motivasi belajar ini digunakan untuk menjaring data berupa motivasi belajar siswa setelah mengikuti tiga kali pembelajaran dengan tiga materi yaitu kegiatan konsumsi, produksi, dan distribusi.
2. Tes
Data hasil belajar siswa diambil dengan menggunakan suatu instrumen berupa tes hasil belajar siswa. Tes hasil belajar siswa yang dibuat dan dikembangkan dengan mempedomani materi atau isi mata pelajaran yang terdapat di dalam kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).
Validitas dan Reliabilitas Instrumen
1. Validitas Instrumen
Untuk memenuhi validitas tersebut, maka angket motivasi belajar yang dikembangkan untuk penelitian ini dilakukan validasi dengan cara sebagai berikut.
a. Instrumen tersebut disusun berdasarkan teori-teori motivasi.
b. Instrumen tersebut disusun menggunakan kisi-kisi, indikator dan item-item yang dijabarkan dari indikator (terlampir).
c. Instrumen tersebut diujicobakan kepada 30 sampel yang terdapat dalam populasi (Sugiyono, 2007:352). Sebetulnya instrumen tersebut tidak perlu diuji dengan rumus statistik, tetapi cukup dengan logika saja (Wiersma dan Jurs dalam Djaali dan Muljono, 2008:50), tetapi untuk memastikannya penulis tetap mengujicobakannya. dengan rumus korelasi product moment berikut (Ancok, 1989:137).
N (∑XY) – (∑X. ∑Y)
Keterangan:
N = jumlah sampel
X = jumlah skor pertanyaan
Y = jumlah skor total
r = nilai setiap butir
Apabila nilai r dikonsultasikan ke tabel r (rtabel) dan ternyata nilai r lebih kecil maka nilai r tersebut tidak signifikan atau butir tersebut harus diganti atau dibuang.
Tes hasil belajar yang dikembangkan untuk penelitian ini juga dilakukan validasi dengan cara sebagai berikut.
a. Instrumen tersebut disusun berdasarkan kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) khususnya mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP).
b. Instrumen tersebut disusun dengan menggunakan kisi-kisi, indikator dan butir-butir yang dijabarkan dari indikator (terlampir).
c. Instrumen tersebut dibuat berdasarkan kaidah-kaidah penulisan soal yang baik.
d. instrumen tersebut diujicobakan kepada 30 sampel dalam populasi (Sugiyono, 2007:352) dengan menggunakan rumus korelasi product moment.seperti di atas (Ancok, 1989:137). Apabila nilai r dikonsultasikan ke tabel r (rtabel) dan ternyata nilai r lebih kecil maka nilai r tersebut tidak signifikan atau butir tersebut harus diganti atau dibuang.
Dari uji coba validitas instrumen angket motivasi belajar siswa tersebut ada 4 pertanyaan yang gugur atau tidak valid yaitu nomor 11, 32, 36, dan 37, sedangkan nomor-nomor lainnya valid atau dapat digunakan. Keempat pertanyaan tersebut ternyata nilai r hitungnya lebih rendah dari r tabel sebesar 0,374 untuk 30 sampel. Nilai r hitung untuk masing-masing nomor yang tidak valid adalah 0,133 untuk nomor 11; 0,032 untuk nomor 32; 0,1 untuk nomor 36 dan 0,064 untuk nomor 37. Sedangkan 36 pertanyaan lainnya memiliki r hitung yang melebih r tabel, sehingga dapat disebut valid. Dengan demikian jumlah pertanyaan yang diajukan dalam angket berkurang, dari 40 menjadi 36 pertanyaan.
Sedangkan uji coba validitas instrumen tes hasil belajar siswa diketahui bahwa ada 1 pertanyaan yang gugur atau tidak valid yaitu nomor 17. Nilai r hitung nomor 17 hanya 0,056 berarti lebih rendah dari r tabel sebesar 0,374. Sedangkan 19 nomor lainnya dinyatakan valid karena r hitungnya lebih besar dari r tabel. Oleh sebab itu nomor 17 diganti dengan pertanyaan lain, sehingga jumlah pertanyaan tetap 20 butir.
2. Reliabilitas Instrumen
Suatu tes tidak saja harus valid tetapi juga harus reliabel (Safari, 2003:6). Untuk mendapatkan reliabilitas yang tinggi maka instrumen angket motivasi belajar siswa dan tes hasil belajar siswa diuji dengan menggunakan rumus Spearman-Brown (teknik belah dua) berikut ini (Nurgiyantoro, 2002:324).
ri = reliabilitas internal
rgg = korelasi product moment antara belahan ganjil dan genap
Rumus korelasi product moment adalah sebagai berikut (Nurgiyantoro, Gunawan dan Marzuki, 2009:324).
|
Nilai rgg yang telah diperoleh dikonsultasikan dengan tabel r product moment, apabila harga ri lebih besar dari r dalam tabel pada taraf signifikan 5%, maka instrumen tersebut dapat disebut instrumen yang reliabel.
Dari uji reliabilitas instrumen angket motivasi belajar siswa, diperoleh r hitung sebesar 0,9168964, nilai ini lebih besar dibandingkan nilai r tabel yang hanya sebesar 0,361. Dari perolehan ini maka angket motivasi belajar siswa adalah reliabel. Dengan adanya angket motivasi belajar siswa yang reliabel, maka angket tersebut dapat digunakan bukan saja untuk penelitian ini tetapi juga untuk penelitian lainnya yang berkaitan dengan motivasi belajar siswa.
Sedangkan uji reliabilitas tes hasil belajar siswa diperoleh r hitung sebesar 0,67454286, nilai ini lebih besar dari r tabel yang hanya 0,361. Dengan demikian instrumen tes hasil belajar siswa adalah reliabel, artinya dapat digunakan untuk penelitian ini dan penelitian lain yang berkaitan.
3. Tingkat Kesulitan dan Daya Pembeda
Suatu tes terutama tes hasil belajar siswa sebaiknya diujicoba pula untuk melihat tingkat kesulitan item soal atau tingkat kesulitan butir soal dan daya pembeda. Sukardi (2009:135) mengemukakan sebagai berikut: “Dalam mengevaluasi item, minimal ada dua aspek utama yang perlu dipertimbangkan oleh seorang evaluator. Kedua aspek utama tersebut, yaitu tingkat kesulitan setiap item dan nilai pembeda atau deskriminatif item.”
Rumus untuk mencari tingkat kesulitan butir soal adalah sebagai berikut (Suntari dan Supandi, 1996 : 50).
Keterangan:
TK = Tingkat Kesulitan
Ka = Jumlah siswa kelompok atas yang menjawab benar
Kb = Jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab benar
T = Jumlah siswa dari kelompok atas dan kelompok bawah.
Banyaknnya kelompok atas dan kelompok bawah ditentukan dengan cara mengalikan jumlah sampel dalam populasi dengan 27% atau 30 x 27% = 8,1 atau dibulatkan 8. Jadi 8 orang dari kelompok bawah dan 8 orang dari kelompok atas. Kreteria untuk menentukan tingkat kesulitan berpedoman pada ketentuan berikut:
0,00 - 0,24 tergolong sukar atau sulit,
0,25 - 0,75 tergolong sedang, dan
0,76 - 1,00 tergolong mudah.
|
Keterangan:
DP = Daya pembeda
Ka = Jumlah siswa kelompok atas yang menjawab benar
Kb = Jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab benar
½ T = Jumlah siswa kelompok atas dan kelompok bawah dikali ½.
Kreteria untuk menentukan daya pembeda adalah:
0,40 - 1,00 = butir soal tersebut dapat digunakan
0,20 - 0,30 = butir soal tersebut diperbaiki atau direvisi
0,00 - 0,19 = butir soal tersebut harus diganti.
Dari analisis butir soal menunjukkan bahwa ada 7 butir soal yang memiliki tingkat kesulitan mudah yaitu nomor 1, 2, 6, 11, 15, 16, dan 17, sedangkan lainnya memiliki tingkat kesulitan sedang yaitu nomor 3, 4, 5, 7, 8, 9, 10, 12, 13, 14, 18, 19, dan 20. Menurut Nurgiyantoro, Gunawan dan Marzuki (2002:337), suatu butir soal yang layak dapat digunakan adalah butir soal yang memiliki tingkat kesukaran berkisar antara 0,20 – 0,80.Dengan demikian seluruh butir pertanyaan yang terdapat di dalam tes hasil belajar siswa tersebut dapat digunakan, karena memiliki tingkat kesulitan sedang dan mudah yaitu berkisar antara 0,5 – 0,875.
Hasil uji daya pembeda menunjukkan bahwa butir soal nomor 17 memiliki daya pembeda 0, sedangkan menurut Suntari dan Supandi (1996 : 50) suatu butir soal yang layak digunakan adalah butir soal yang memiliki daya pembeda minimal 0,20, sehingga butir soal tersebut harus diganti walaupun memiliki tingkat kesukaran yang mudah yaitu 0,875. Butir soal yang lainnya dapat digunakan dan tidak perlu direvisi, karena memiliki daya pembeda di atas 0,2.
Teknik Analisis Data
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan beberapa pengujian yaitu uji homogenitas dan uji normalitas.
Pengujian Homogenitas dilakukan dengan tujuan untuk melihat sifat homogen data yang dibandingkan. Pengujian homogenitas dalam penelitian ini menggunakan uji varians terbesar dibandingkan varians terkecil yang menggunakan tabel F yang rumusnya sebagai berikut (Sugiyono, 2004:140).
Harga Fhitung yang telah diperoleh dibandingkan dengan Ftabel pada taraf signifikansi 5% dengan derajad kebebasan pembilang n-1 dan derajad kebebasan penyebut n-1. Apabila Fhitung ≥ Ftabel, maka tidak homogen, tetapi apabila Fhitung ≤ Ftabel, maka homogen.
Pengujian normalitas data dilakukan dengan tujuan untuk mencari distribusi normal data yang dihubungkan atau dibandingkan. Pengujian normalitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Chi Kuadrat (χ2) (Sugiyono, 2007:79 dan 2009:171). Rumus untuk mencari Chi Kuadrat adalah seperti di bawah ini (Sugiyono, 2007:107).
| ||||
χ2 = Chi Kuadrat
fo = Frekuensi yang diobservasi
fh = Frekuensi yang diharapkan
Harga chi kuadrat hitung dibandingkan dengan harga chi kuadrat tabel pada taraf signifikansi 5% dengan derajad kebebasan k-1, k adalah banyak kelas. Apabila harga chi kuadrat hitung lebih kecil dari chi kuadrat tabel maka data tersebut dapat dinyatakan berdistribusi normal, tetapi sebaliknya apabila harga chi kuadrat hitung lebih besar dari chi kuadrat tabel, maka dapat dinyatakan berdistribusi tidak normal.
Langkah-langkah Pengujian Hipotesis
1. Untuk menguji Ho 1 yang bunyinya: “tidak ada pengaruh penggunaan media video terhadap motivasi belajar siswa dalam pembelajaran IPS di SMP Negeri 2 Lais Musi Banyuasin” dilakukan dengan langkah-langkah berikut ini.
Pertama, skor dari angket motivasi belajar dari setiap siswa dimasukkan ke dalam tabel yang telah disiapkan baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Untuk menghitung nilai atau skor per butir digunakan rumus berikut.
| ||||
|
Keterangan:
t = nilai t yang diamati
X1 = mean (rata-rata) motivasi
kelas eksperimen.
X2 = mean (rata-rata) motivasi
kelas kontrol.
|
= simpangan perbedaan rata-rata kelas eksperimen dan kontrol yang dicari
dengan rumus berikut.
S2 = Varian populasi (simpangan)
N1 dan N2 = Jumlah subjek kelompok sampel eksperimen dan kontrol.
Ketiga, apabila telah ditemukan nilai t hitung (to), maka selanjutnya nilai t hitung diinterpretasikan dengan cara menentukan derajat kebebasan (db) yang dicari dengan rumus : db = (N1 + N2 – 2), dan selanjutnya dikonsultasikan ke tabel nilai t pada taraf signifikansi 5% untuk mendapatkan nilai t tabel (tt). Apabila to lebih kecil dari pada tt maka hipotesis statistik (ho) diterima dan hipotesis alternatif 1 (ha1) ditolak. Begitu pula apabila to lebih besar dari tt maka hipotesis statistik ditolak dan hipotesis alternatif 1 (ha1) diterima.
2. Untuk menguji Ho 2 yang bunyinya ”tidak ada pengaruh penggunaan media video terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS di SMP Negeri 2 Lais Musi Banyuasin” dilakukan dengan langkah-langkah berikut.
Pertama, skor dari tes hasil belajar dari setiap siswa dimasukkan ke dalam tabel yang telah disiapkan. Skor dari setiap butir diperoleh dengan cara membagi skor butir (skor yang diperoleh) dengan skor maksimal dari keseluruhan pertanyaan yang banyaknya 20 pertanyaan. Untuk menghitung nilai atau skor per butir digunakan rumus yang sama seperti pada pengujian Ho 1 di atas.
Kedua, skor tersebut diolah dengan rumus uji t. Penjelasan rumus ini telah dilakukan di atas, sama dengan pengujian Ho 1.
Selain dari pengujian homogenitas, normalitas dan hipotesis, analisis juga dilakukan terhadap kategori motivasi belajar siswa dan kategori hasil belajar siswa. Pengkategorian terhadap motivasi belajar siswa dimaksudkan untuk melihat banyaknya siswa yang tergolong motivasi tinggi, sedang dan rendah. Dengan diketahui banyaknya atau besarnya prosentase masing-masing kategori tersebut akan memudahkan dalam pembahasan hasil penelitian ini. Pengkategorian tersebut berpedoman pada rentangan yang dimodifikasi dari Arikunto (2008:210) seperti berikut ini.
Tinggi : 67 - 100
Sedang : 34 - 66
Rendah : 00 - 33
Berbeda dengan motivasi belajar siswa, hasil belajar siswa dikategorikan menjadi dua kategori yaitu tinggi dan rendah. Pedoman pengkategorian ini berdasarkan pengkategorian yang dimodifikasi dari Suntari dan Supandi (1996:56) adalah sebagai berikut.
Tinggi : 65 - 100
Rendah : 00 - 64
Penentuan dua kategori ini berkaitan dengan permasalahan yang ada di lokasi penelitian (seperti yang tertulis pada Bab I) bahwa sebagian besar siswa sulit mencapai standar ketuntasan minimal yang ditetapkan sekolah sebesar 65. Penganalisisan data dilakukan dengan menggunakan komputer program Microsoft Office Excel 2003.
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL PENELITIAN
Proses Pembelajaran
Pembelajaran berlangsung sebanyak tiga kali pertemuan baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Pertemuan pertama pada kelas eksperimen diberikan materi ”produksi” dengan menggunakan media video tentang kegiatan produksi. Setelah siswa menyaksikan video tentang kegiatan produksi, siswa melakukan diskusi dalam kelompoknya guna menjawab pertanyaan yang telah diberikan oleh guru sebelumnya. Setelah waktu yang ditetapkan selesai, maka dari setiap kelompok diberi kesempatan untuk maju ke depan kelas mempresentasikan hasil diskusi mereka, sedangkan kelompok lain memberikan tanggapan dan pertanyaan. Akhir dari pembelajaran diberikan klarifikasi oleh guru dan siswa menyimpulkan pelajaran dengan bimbingan guru.
Pada pertemuan kedua dan ketiga kelas eksperimen sama seperti pertemuan pertama yaitu siswa diberikan tayangan media video. Pada pertemuan kedua materi pembelajarannya adalah ”kegiatan distribusi”, sedangkan pada pertemuan ketiga materi ”kegiatan konsumsi”. Setelah siswa menyaksikan video, siswa melakukan diskusi dalam kelompoknya guna menjawab pertanyaan yang telah diberikan oleh guru sebelumnya. Setelah waktu yang ditetapkan selesai, maka dari setiap kelompok diberi kesempatan untuk maju ke depan kelas mempresentasikan hasil diskusi mereka, sedangkan kelompok lain memberikan tanggapan dan pertanyaan. Akhir dari pembelajaran diberikan klarifikasi oleh guru dan siswa menyimpulkan pelajaran dengan bimbingan guru.
Setelah melakukan tiga kali pembelajaran maka selanjutnya adalah melakukan pengambilan data motivasi belajar siswa dan hasil belajar siswa. Pengambilan data motivasi belajar siswa ini dilakukan dengan memberikan angket motivasi belajar siswa kepada siswa sampel untuk dijawab. Sedangkan data hasil belajar siswa diambil dengan menggunakan instrumen tes hasil belajar siswa yang sebelumnya sudah dipersiapkan peneliti. Dengan adanya pengambilan data tersebut diharapkan dapat memenuhi tujuan penelitian ini.
Pembelajaran yang dilakukan terhadap kelas kontrol juga dilakukan sebanyak tiga kali dengan materi pembelajaran yang sama. Perbedaan dengan kelas eksperimen adalah pada penggunaan media. Pada kelas kontrol tidak digunakan media video, tetapi menggunakan media buku cetak atau buku paket mata pelajaran IPS untuk Kelas VII yang ditulis oleh Sutarto dan kawan-kawan, diterbitkan oleh Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional pada tahun 2008. Perbedaan dengan kelas eksperimen, kalau pada kelas eksperimen siswa mengamati tayangan media video dan mendiskusikannya, sedangkan pada kelas kontrol adalah membaca buku dan mendiskusikannya dengan teman-teman dalam kelompoknya.
Setelah tiga kali pembelajaran dilakukan pengambilan data motivasi dan hasil belajar. Data motivasi belajar juga diambil dengan menggunakan angket motivasi belajar. Begitu data hasil belajar diambil dengan menggunakan tes hasil belajar siswa. Dengan pengambilan data tersebut diharapkan dapat menjadi bahan untuk melakukan analisis dan pencapaian tujuan penelitian ini.
Uji Homogenitas dan Normalitas Data
a. Uji Homogenitas
Hasil uji homogenitas terhadap data motivasi belajar siswa menunjukkan bahwa simpangan baku ( S 2) motivasi belajar kelas eksperimen sebesar 64,9999, sedangkan kelas kontrol sebesar 162,6243. Harga F hitung yang diperoleh sebesar 2,5019. Harga F hitung ternyata lebih besar dari F tabel pada taraf signifikansi 5%, derajad kebebasan pembilang n-1 (40-1) = 40-1=39 dan derajad kebebasan penyebut n-1 (40-1) = 40-1=39 yaitu sebesar 1,71, atau F hitung = 2,5019 > F tabel = 1,71. Dengan demikian data tersebut tidak homogen.
Namun walaupun tidak homogen, uji hipotesis dapat terus dilakukan dengan menggunakan rumus uji t pada halaman 66, asalkan t tabel yang digunakan adalah t tabel pengganti. Untuk menentukan t tabel pengganti dilakukan dengan menghitung selisih harga t tabel pada derajad kebebasan n1-1 dan n2-1. Selisih kedua t tabel tersebut selanjutnya dibagi dua dan ditambahkan dengan t tabel yang terkecil (Sugiyono, 2007:142).
Hasil uji homogenitas terhadap data hasil belajar siswa menunjukkan bahwa simpangan baku (S 2) kelas eksperimen sebesar 130,9995, sedangkan kelas kontrol sebesar 90,9982. F hitung yang diperoleh adalah 1,4395. Harga F hitung ternyata lebih kecil dibandingkan dengan harga F tabel pada derajad kebebasan pembilang dan penyebut sebesar 39 dan taraf signifikansi 5% yaitu 1,71 atau F hitung=1,4395 < F tabel=1,71. Dengan demikian data hasil belajar siswa adalah homogen dan dapat dilanjutkan untuk uji hipotesis tanpa persyaratan t tabel pengganti.
b. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan terhadap data yang diroleh baik data motivasi belajar kelas eksperimen dan kontrol maupun data hasil belajar siswa kelas eksperimen dan kontrol. Uji normalitas data motivasi belajar siswa kelas kontrol menunjukkan bahwa chi kuadrat (x²) hitung sebesar 9,342857. Harga ini lebih kecil dibandingkan dengan chi kuadrat tabel sebesar 11,070 pada taraf signifikansi 5% dan derajad kebebasan k-1 (6-1) = 5, atau x² hitung = 9,342857 < x² tabel = 11,070. Dengan demikian data tersebut berdistribusi normal Sedangkan uji normalitas data motivasi belajar siswa kelas ekspereimen menunjukkan bahwa chi kuadrat hitung sebesar 8,442857. Harga ini juga lebih kecil dibandingkan harga chi kuadrat tabel sebesar 11,070 pada taraf signifikansi 5% dan derajad kebebasan K-1 (6-1)=5, atau x² hitung = 8,442857 < x² tabel = 11,070. Dengan demikian data tersebut juga berdistribusi normal.
Uji normalitas yang dilakukan terhadap data hasil belajar siswa kelas eksperimen menunjukkan bahwa chi kuadrat hitung sebesar 9,58714. Harga ini lebih kecil dibandingkan dengan harga chi kuadrat tabel sebesar 11,070 pada taraf signifikansi 5% dan derajad kebebasan k-1 (6-1) = 5, atau x² hitung = 9,58714 < x² tabel = 11,070. Dengan demikian data tersebut berdistribusi normal. Sedangkan uji normalitas terhadap data hasil belajar siswa kelas kontrol menunjukkan harga chi kuadrat hitung sebesar 10,5. Harga ini juga lebih kecil dibandingkan chi kuadrat tabel sebesar 11,070 pada taraf signifikansi 5% dan derajad kebebasan k-1 (6-1) = 5. Dengan demikian data tersebut juga berdistribusi normal.
Dari uji homogenitas dan normalitas baik terhadap data motivasi belajar maupun hasil belajar siswa dapat disimpulkan bahwa analisis uji hipotesis dapat dilakukan.
Motivasi Belajar Siswa
Hasil penelitian mengenai motivasi belajar siswa menunjukkan bahwa skor motivasi belajar kelas eksperimen memiliki rata-rata 75. Rata-rata tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata skor motivasi belajar pada kelas kontrol sebesar 61,23. Selisih kedua rata-rata tersebut adalah 13,77. Simpangan baku kedua rata-rata tersebut sebesar 2,415889. Hasil analisis dengan t tes menunjukkan bahwa t hitung atau t observasi ( to) sebesar 5,6997. Nilai t hitung ini ternyata lebih besar dibandingkan dengan t tabel (tt) yaitu 1,6905 pada taraf signifikan 5% atau t hitung = 5,6997 > t tabel = 1,6905.
Nilai t tabel 1,6905 merupakan t tabel pengganti seperti yang disyaratkan pada halaman 73 dan 74 di atas yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya homogenitas data. Untuk menentukan t tabel pengganti dilakukan dengan menghitung selisih harga t tabel pada derajad kebebasan (db) n1-1 dan n2-1. Selisih kedua t tabel tersebut selanjutnya dibagi dua dan ditambahkan dengan t tabel yang terkecil (Sugiyono, 2007:142). Harga t tabel pada db n1-1 (40-1=39) adalah 1,6905 dan n2-1 (40-1=39) adalah 1,6905. Sebetulnya di dalam tabel tidak terdapat db 39, maka diambil db terdekat yaitu dengan menjumlahkan db 39 (1,697) dan db 40 (1,684). Hasil penjumlahan itu sebesar 3,381 dan selanjutnya dibagi dua sehingga diperoleh t tabel 1,6905. Selisih t tabel kedua db tersebut adalah 0, karena ( t tabel dari db 39 dari n1-1=1,6905 dan t tabel dari db 39 dari n2-1=1,6905; 1,6905-1,6905=0). Harga selisih 0 tersebut dibagi dua dan hasilnya 0. Harga 0 ini ditambahkan dengan t tabel terendah, karena t tabelnya sama besar maka diambil salah satu saja, sehingga 0 + 1,6905=1,6905.
Dengan adanya uji t yang menghasilkan nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel (to > tt), maka hipotesis alternatif 1 (Ha1) yang berbunyi: “Ada pengaruh penggunaan media video terhadap motivasi belajar siswa dalam pembelajaran IPS di SMP Negeri 2 Lais Musi Banyuasin” dapat diterima dan hipotesis statistik (Ho) yang berbunyi: “Tidak ada pengaruh penggunaan media video terhadap motivasi belajar siswa dalam pembelajaran IPS di SMP Negeri 2 Lais Musi Banyuasin” ditolak.
Selain analisis uji t yang mengakibatkan diterimanya hipotesis alternatif dan ditolaknya hipotesis statistik, analisis data juga dilakukan terhadap kategori motivasi belajar siswa. Pada kelas eksperimen terdapat 35 siswa yang bermotivasi tinggi (87,5%); 5 siswa yang bermotivasi sedang (12,5%); dan tidak ada siswa yang bermotivasi rendah (0%). Sedangkan pada kelas kontrol dijumpai 13 siswa yang bermotivasi tinggi (32,5%); 21 siswa yang bermotivasi sedang (52,5%); dan 6 siswa yang bermotivasi rendah (15%). Dari analisis ini nampak bahwa siswa-siswa di kelas eksperimen sebagian besar bermotivasi tinggi tetapi siswa-siswa di kelas kontrol sebagian besar bermotivasi sedang.
Hasil Belajar Siswa
Analisis hasil belajar siswa menunjukkan bahwa skor hasil belajar siswa kelas eksperimen memiliki rata-rata 73, sedangkan kelas kontrol lebih rendah yaitu rata-rata 62. Simpangan baku kedua rata-rata tersebut sebesar 1,908147. Analisis uji t menunjukkan bahwa t hitung (to) sebesar 5,7647. Nilai t hitung ini ternyata lebih besar dibandingkan t tabel yang hanya sebesar 1,990 pada taraf signifikansi 5% dengan derajad kebebasan (N1+N2-2=40+40-2) = 78.
Dengan adanya uji t yang menghasilkan t hitung lebih besar dari t tabel (to > tt), maka hipotesis alternatif 2 (Ha2) yang berbunyi: “Ada pengaruh penggunaan media video terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS di SMP Negeri 2 Lais Musi Banyuasin“ dapat diterima, sedangkan hipotesis statistik (Ho2) yang berbunyi: “Tidak ada pengaruh penggunaan media video terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS di SMP Negeri 2 Lais Musi Banyuasin“ ditolak.
Selain uji t yang mengakibatkan diterimanya hipotesis alternatif dan ditolaknya hipotesis statistik, analisis data juga dilakukan terhadap kategori hasil belajar siswa. Pada kelas eksperimen terdapat 35 siswa yang memiliki hasil belajar tinggi (87,5%) dan 5 siswa memiliki hasil belajar rendah (12,5%). Sedangkan pada kelas kontrol terdapat 22 siswa yang memiliki hasil belajar tinggi (55%) dan 18 siswa yang memiliki hasil belajar rendah (45%). Dari analisis ini ternyata siswa yang memilkiki hasil belajar tinggi banyak terdapat di kelas eksperimen.
PEMBAHASAN
Dengan adanya penerimaan hipotesis alternatif 1 dan 2 maka ada pengaruh penggunaan media video dalam pembelajaran IPS di SMP Negeri 2 Lais Musi Banyuasin terhadap motivasi belajar dan hasil belajar siswa. Pengaruh ini dapat dilihat dari hasil perolehan dan analisis data yang dilakukan dalam penelitian yang dilakukan pada lokasi tersebut. Analisis data yang diperoleh menunjukkan rata-rata yang lebih besar pada kelas eksperimen atau kelas yang diberi perlakuan menggunakan media video dibandingkan dengan kelas kontrol yang diberi perlakuan tanpa menggunakan media video baik rata-rata motivasi belajar maupun hasil belajar siswa. Selain dari perbedaan rata-rata yang menonjol, hasil analisis dengan uji t juga menunjukkan bahwa nilai t hitung lebih besar dari t tabel baik pada motivasi belajar maupun hasil belajar siswa. Hasil analisis inilah yang mendukung penerimaan hipotesis alternatif dan penolakan hipotesis statistik baik pada motivasi belajar maupun pada hasil belajar siswa.
Untuk memperkuat hasil penelitian ini, perlu penulis sampaikan bahwa di sekolah tersebut selama ini tidak pernah dilakukan pembelajaran yang menggunakan media video untuk semua mata pelajaran. Selama penelitian berlangsung penulis mengamati siswa dalam mengikuti pembelajaran dan siswa tampak tertarik dengan adanya pembelajaran dengan media video, walaupun pengamatan penulis tersebut bukan termasuk cara memperoleh data. Ketertarikan itu tampak baik pada persiapan pembelajaran maupun pada saat pembelajaran berlangsung.
Berdasarkan analisis data terdapat 35 siswa memiliki motivasi yang tinggi pada kelas eksperimen (87,5%) dan 5 siswa memiliki motivasi sedang (12,5%), sedangkan siswa yang bermotivasi rendah tidak terdapat pada kelas eksperimen. Ini membuktikan bahwa motivasi belajar pada kelas yang diberi perlakuan dengan penggunaan media video jauh lebih tinggi dibandingkan dengan motivasi belajar pada kelas yang tidak diberi perlakuan penggunaan media video yaitu hanya 13 siswa yang memiliki motivasi tinggi (32,5%).
Selain dari analisis data kategori motivasi di atas, analsis data hasil belajar pun menunjukkan perbedaan yang mencolok antara kelas eksperimen dan kelas sampel. Pada kelas eksperimen terdapat 35 siswa yang memiliki hasil belajar tinggi (87,5%), sedangkan 5 siswa lainnya terkategorikan hasil belajar rendah sebanyak 5 siswa (12,5%). Prosesntase tersebut melebihi prosesntase yang terdapat pada kelas kontrol. Pada kelas kontrol hanya terdapat 22 siswa yang memiliki hasil belajar tinggi (55%), dan lainnya memiliki hasil belajar rendah yaitu 18 orang (45%).
Apabila dikaitkan dengan kondisi hasil belajar sebelum penelitian ini yaitu sulitnya mencapai standar ketuntasan minimal mata pelajaran IPS yang ditetapkan oleh sekolah sebesar 6,5 sebanyak 85 % dari seluruh siswa dalam satu kelas, ternyata dengan adanya penggunaan media video dalam pembelajaran kesulitan tersebut teratasi. Apabila dihitung dari banyaknya yang memperoleh hasil belajar di atas 6,5 maka kelas eksperimen lebih banyak dibandingkan kelas kontrol. Banyaknya siswa pada kelas eksperimen yang memperoleh nilai 6,5 keatas adalah 37 siswa atau 92,5%, sedangkan pada kelas kontrol hanya 25 siswa atau 62,5%. Dari perolehan ini menunjukkan bahwa masalah yang dihadapi tersebut dapat diatasi dengan menggunakan media video dalam pembelajaran.
Dari analisis uji t, analisis kategori motivasi dan hasil belajar siswa, maka terdapat alasan yang kuat untuk menyimpulkan bahwa penggunaan media video dapat mempengaruhi motivasi dan hasil belajar siswa. Analisis data di atas menunjukkan hasil yang dapat dipercaya guna menghubungkannya dengan teori-teori yang sudah ada baik motivasi belajar maupun hasil belajar siswa.
Beberapa teori yang berkaitan dengan penggunaan media video dan motivasi belajar siswa adalah sebagai berikut.
a. Media pembelajaran memiliki beberapa manfaat diantaranya adalah Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar (Arsyad, 2003:26).
b. Motivasi dapat melibatkan emosi, kecemasan ataupun sikap yang membangkitkan semangat untuk berusaha atau berbuat dan dapat menimbulkan beberapa pengaruh dalam kegiatan belajar seperti mendorong dan meningkatkan proses belajar melalui peningkatan perhatian, kesiapan belajar serta kegiatan belajar; berpengaruh besar pada pada peningkatan dan pengurangan retensi (ingatan) dan reproduksi (menyatakan kembali) terhadap apa yang pernah dikuasainya (Sukmadinata, 2004:133)
c. Tiga fungsi motivasi (Angkowo dan Kosasih, 2007:35) yaitu mendorong manusia untuk berbuat sehingga motivasi berfungsi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi; menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai; dan menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan yang harus dijalankan guna mencapai tujuan yang dimaksud dan mengesampingkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat.
d. Di dalam kelas perlu dipertinggi motivasi intrinsik dengan cara menambah selera siswa untuk ilmu pengetahuan, mempertahankan pengetahuan, cara penyampaian pelajaran yang menarik dan bervariasi, dan permainan dan simulasi (Djiwandono 2002:358).
e. Hasil penelitian Craig pada tahun 1956: menonton film bersuara (video) lebih baik
hasilnya dibandingkan dengan yang nonton film tidak bersuara (bukan video), dan
meningkatkan motivasi belajar (Wilkinson, 1984:17).
f. Hasil penelitian Scramm: siswa akan mempunyai motivasi belajar apabila dalam
pembelajaran menggunakan media pembelajaran (Wilkinson, 1984:16).
Teori-teori yang berkaitan dengan motivasi belajar di atas sangat relevan dengan hasil penelitian yang penulis lakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelas yang menggunakan media video dalam pembelajaran (eskperimen) memiliki rata-rata skor motivasi yang tinggi dibandingkan kelas yang tidak menggunakan media video (kontrol). Selain itu banyaknya siswa yang memiliki motivasi tinggi lebih banyak terdapat pada kelas yang menggunakan media video dibandingkan dengan kelas yang tidak menggunakan media video. Dengan demikian teori-teori di atas yang mengemukakan bahwa penggunaan media video dapat mempengaruhi motivasi belajar adalah terbukti.
Beberapa teori yang berkaitan dengan penggunaan media video dan hasil belajar siswa adalah sebagai berikut.
- Apabila siswa hanya mendengar saja, maka hasil penyerapannya hanya sekitar 15%, tetapi apabila ditambah melihat maka penguasaan diperkirakan mencapai 55%, sedangkan ditambah dengan berbuat atau mengalami langsung, hasil penguasaannya mencapai sekitar 90% ( Rohani, 2004:8).
- Media video dapat meningkatkan kemampuan menyerap pelajaran baik kognitif, afektif, maupun psikomotor serta interpersonal (Smaldino, Lowther dan Russel, 2008:310).
- Media video dapat merangsang keinginan untuk belajar dan memotivasi siswa untuk keberhasilan belajar (Koumi, 2006:2006).
- Media pembelajaran mempunyai dampak yang berarti bagi pencapaian hasil belajar siswa (Wilkinson, 1984:57).
- Alat bantu belajar sangat membantu proses pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar siswa (Danim, 1994:1).
Teori-teori yang berkaitan dengan hasil belajar siswa di atas sangat relevan dengan hasil penelitian yang penulis lakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelas yang menggunakan media video dalam pembelajaran (eskperimen) memiliki rata-rata skor hasil belajar yang tinggi dibandingkan kelas yang tidak menggunakan media video (kontrol). Selain itu banyaknya siswa yang memiliki hasil belajar tinggi lebih banyak terdapat pada kelas yang menggunakan media video dibandingkan dengan kelas yang tidak menggunakan media video. Dengan demikian teori-teori di atas yang mengemukakan bahwa penggunaan media video dapat mempengaruhi hasil belajar siswa adalah terbukti.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas, maka kesimpulan yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut.
Pertama, berdasarkan data motivasi belajar ternyata siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi banyak terdapat di kelas eksperimen yaitu 35 siswa (87,5%), sedangkan di kelas kontrol hanya 13 siswa (32,5%). Begitu pula rata-rata motivasi belajar kelas eksperimen mencapai 75, sedangkan kelas kontrol hanya 61,23. Selain itu hasil uji t menunjukkan bahwa t hitung lebih besar dibandingkan t tabel (t hitung = 5,6997 > t tabel = 1,6905) pada taraf signifikansi 5%. Hasil uji t ini mengakibatkan hipotesis alternatif ditrima dan hipotesis statistik ditolak. Dengan demikian kesimpulan yang ditarik adalah ”Ada pengaruh penggunaan media video terhadap motivasi belajar siswa dalam pembelajaran IPS di SMP Negeri 2 Lais Musi Banyuasin.”
Kedua, berdasarkan data hasil belajar siswa ternyata siswa yang memperoleh hasil belajar yang tinggi banyak terdapat di kelas eksperimen yaitu 35 siswa (87,5%), sedangkan di kelas kontrol hanya 22 siswa (55%). Begitu pula rata-rata hasil belajar kelas eksperimen sebesar 73 sedangkan kelas kontrol hanya 62. Hasil uji t menunjukkan bahwa t hitung lebih besar dibandingkan t tabel (t hitung (to) = 5,7647 > t hitung =1,990) pada taraf signifikansi 5%.
Hasil uji t ini mengakibatkan diterimanya hipotesis alternatif dan ditolaknya hipotesis statistik. Dengan demikian kesimpulan yang dapat ditarik adalah ”Ada pengaruh penggunaan media video terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS di SMP Negeri 2 Lais Musi Banyuasin.”
Ketiga, berdasarkan kajian teori, maka terdapat relevansi antara teori yang telah dikemukakan oleh para ahli dengan hasil penelitian ini. Dengan demikian apa yang telah dikemukakan dalam berbagai teori tentang hubungan penggunaan media video terhadap motivasi dan hasil belajar siswa adalah terbukti.
Dari uraian di atas maka secara umum kesimpulan yang dapat ditarik adalah penggunaan media video dalam pembelajaran IPS khususnya di SMP Negeri 2 Lais Musi Banyuasin berpengaruh terhadap motivasi dan hasil belajar siswa. Dengan demikian media video merupakan media yang memiliki keunggulan dan digunakan sebagai media dalam pembelajaran.
Saran
1. Berdasarkan penelitian ini media video dapat mempengaruhi motivasi dan hasil belajar siswa, oleh sebab itu video menjadi media pilihan dalam pembelajaran dan sudah saatnya bagi guru untuk mengadakan dan menggunakan media tersebut.
2. Sehubungan dengan keunggulan yang dimiliki oleh media video dalam pembelajaran, maka pihak sekolah atau yang berkaitan agar mengusahakan untuk pengadaan media ini beserta perangkat yang mendukung.
3. Pihak-pihak produsen dapat membuat media ini dengan bekerja sama dengan pihak-pihak yang terkait guna memenuhi kebutuhan akan media tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Ancok, Djamaludin. 1989. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian. Dalam Masri Singarimbun dan Sofian Effendi (Editor). Metode Penelitian Survai. LP3ES, Jakarta, Indonesia.
Angkowo, Robertus, dan A. Kosasih. 2007. Optimalisasi Media Pembelajaran. PT.
Grasindo, Jakarta, Indonesia.
Arikunto, Suharsimi. 2005. Manajemen Penelitian. Rineka Cipta, Jakarta, Indonesia
-------------------------. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. PT.
Rineka Cipta, Jakarta. Indonesia.
-------------------------. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Bumi Aksara, Jakarta, Indonesia.
Arsyad, Azhar. 2003. Media Pembelajaran. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, Indonesia.
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan untuk Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah. PT. Binatama Raya, Jakarta, Indonesia.
Barr, Robert, James L. Bart, and Samuel Shermis. 2003. Hakekat Studi Sosial. Terjemahan Oleh: Buchari Alma dan Harlasgunawan. Alfabeta, Bandung. Indonesia.
Best, John W. 1982. Metodologi Penelitian Pendidikan. Terjemahan oleh: Sanafiah Faisal dan Mulyadi Guntur Waseso. Usaha Nasional, Surabaya, Indonesia.
Chaplin, J.P. 1999. Kamus Lengkap Psikologi. Terjemahan oleh: Kartini Kartono. PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, Indonesia.
Danim, Sudarwan. 1994. Media Komunikasi Pendidikan. Bumi Aksara, Jakarta, Indonesia.
Davies, Ivor K., 1991. Pengelolaan Belajar. Terjemahan oleh: Sudarsono Sudirdjo, Lily Rompas dan Koyo Kartasurya, CV. Rajawali, Jakarta, Indonesia.
Djaali, H., P. Muljono. 2008. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. PT. Grasindo, Jakarta. Indonesia.
------------. 2008. Psikologi Pendidikan. Bumi Aksara, Jakarta, Indonesia.
Djiwandono, Sri Esti Wuryani. 2002. Psikologi Pendidikan. PT. Grasindo, Jakarta. Indonesia.
Effendi, Mochtar H. 2006. Penuntun Membuat Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Penerbit Universitas Sriwijaya dan Yayasan Pendidikan dan Ilmu Islam Al Mukhtar Palembang, Palembang, Indonesia.
Emzir. 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan. PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, Indonesia.
Faisal, Sanapiah. 1981. Dasar dan Teknik Menyusun Angket. Usaha Nasional, Surabaya, Indonesia.
Gagné, Robert M., L. J. Briggs. 1974. Principles of Instructional Design. Holt, Rinehart and
Gagné, Robert M., M. P. Driscoll. 1988. Essentials of Learning for Instruction. Prentice Hall, New Jersey, USA.
Hamalik, Oemar. 1989. Teknik Pengukuran dan Evaluasi Pendidikan. CV. Mandar Maju, Bandung, Indonesia.
--------------------.1992. Studi Ilmu Pengetahuan Sosial. Mandar Maju, Bandung, Indonesia.
Hardaniwati, Menuk, I.Nureni dan H.Sulastri. 2006. Kamus Pelajar Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, Indonesia.
Heinich, Robert, M. Molenda, and J. D. Russel. Instructional Media and The New Technology of Instruction. John Wiley and Sons, New York, USA.
Huck, Schuyler W., W. H. Carmier and W. G. Bounds JR. 1974. Reading Statistics and
Research. Mc.
Kubiszyn, Tom, G. Borich. 1993. Educational Testing and Measurement: Classroom Application and Practice.
Koumi, Jack. 2006. Designing Video and Multimedia for Open and Flexible Learning.
Leedy, Paul D., J. E. Ormrod. 2001. Practical Research Planning and Design. Merill Prentice
Lefrancois, Guy R. 1997. Psychology for Teaching.
Company,
Masnur, M., B. Saliwangi, N. Hasanah. 1987. Dasar-dasar Interaksi Belajar Mengajar Bahasa
Miarso,Yusufhadi. 1984. Teknologi Komunikasi Pendidikan: Pengertian dan Penerapannya di Indonesia. CV. Rajawali, Jakarta, Indonesia.
Mudyaharjo, Reja. 2001. Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal tentang Dasar-dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia. PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, Indonesia.
Mulyasa. 2006. Menjadi Guru Profesional : Menciptakan Pembelajaran yang Kreatif dan Menyenangkan. PT. Remaja Rosdakarya,
Moore, Kenneth D. 2005. Effective Instructional Strategis: From Theory to Practice. Sage Publications,
Montgomery, Douglas C. 1976. Design Analysis of Experiments. John Wiley and Sons Inc.,
Nasution, S. 1995. Didaktis Asas-asas Mengajar. Bumi Aksara, Jakarta, Indonesia.
Nurgiyantoro, Burhan, Gunawan, dan Marzuki. 2002. Statistik Terapan: Untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial.
Owens, Robert G. 1998. Organizational Behavior in Education. A Viacom Company,
Petersen, Roger G. 1985. Design and Analysis of Experiments. Marcel Dekker Inc,
Pidarta, Made. 2007. Landasan Kependidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak
Prawiradilaga, Dewi Salma. 2007. Prinsip Desain Pembelajaran (Instructional Design Principles). Kencana Prenada Media Group, Jakarta, Indonesia.
Putrawan, I. Made. 1990. Pengujian Hipotesis dalam Penelitian-penelitian Sosial. Rineka Cipta, Jakarta, Indonesia.
Rahadi, Aristo. 2003. Media Pembelajaran. Departemen Pendidikan Nasional,
Reiser, Robert A., John V. Dempsey. 2002. Trends and Issues in Instrustional Design and Technology. Merill Prentice
Riyanto, Theo. 2002. Pembelajaran Sebagai Proses Bimbingan Pribadi. Grasindo,
Rochaety, Eti, P. Rahayuningsih, dan P. G. Yanti. 2005. Sistem Informasi Manajemen Pendidikan. Bumi Aksara,
Rohani HM, Ahmad. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Rineka Cipta, Jakarta, Jakarta, Indonesia.
Riduwan. 2004. Statistika untuk Lembaga dan Instansi Pemerintah/Swasta. Alfabeta, Bandung, Indonesia.
Rusyan, T. 1995. Meningkatkan Mutu Kegiatan dalam Proses Belajar Mengajar di Sekolah Dasar. PT. Kartanegara, Jakarta, Indonesia.
Sadiman, Arif Sukadi, Sudjarwo, Radikun. 1989. Beberapa Aspek Pengembangan Sumber Belajar. PT. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta, Indoenesia.
-----------, Arief S., R. Rahardjo, A. Haryono, dan Rahardjito. 2008. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. PT. RajaGrafindo Persada. Indonesia.
Safari. 2003. Evaluasi Pembelajaran. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta, Indonesia.
Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Kencana Prenada Media Group, Jakarta, Indonesia.
Sardiman A.M. 1986. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Indonesia.
Seels, Barbara B., Rita C. Richey. 1994. Teknologi Pembelajaran : Definisi dan Kawasannya. Terjemahan oleh : Dewi S. Prawiradilaga, Raphael Rahardjo dan Yusufhadi Miarso. Unit Percetakan Universitas Negeri Jakarta, Jakarta, Indonesia.
Slavin, Robert E. 1997. Educational Psychology: Theory and Practice. A Viacom Company,
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengatuhinya. Rineka Cipta, Jakarta, Indonesia.
Smaldino, Sharon E., Deborah L. Lowther, and J. D. Russel. 2008. Instructional Technology and M edia for Learning. Merill Prentice
Sudjana. 1989. Metode Statistika. Tarsito,
Sudijono, Anas. 2004. Pengantar Statistik Pendidikan. PT. RajaGrafindo,
--------------------. 2005. Pengantar Evaluasi Pendidikan. PT. RajaGrafindo, Jakarta, Indonesia.
Sugiyono. 2007. Statistika untuk Penelitian. CV. Alfabeta, Bandung, Indonesia.
----------- . 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R dan D.
CV. Alfabeta, Bandung, Indonesia.
Suharno, R. 1984. Testologi Suatu Pengantar. Bina Aksara, Jakarta, Indonesia.
Sukardi, H.M. 2009. Evaluasi Pendidikan: Prinsip dan Operasionalnya. PT. Bumi Aksara, Jakarta, Indonesia.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Kesuma Karya, Bandung, Indonesia.
Sumanto. 1995. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan: Aplikasi Metode Kuantitatif dan Statistika dalam penelitian. Andi Offset, Yogyakarta, Indonesia.
Suntari, Sri, Supandi. 1998. Penilaian Ilmu Pengetahuan Sosial. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Jakarta, Indonesia.
Surakhmad, Winarno. 1984. Pengantar Interaksi Mengajar-Belajar: Dasar dan Teknik Metodologi Pengajaran. Tarsito, Bandung, Indonesia.
Soemanto, Wasty. 2006. Psikologi Pendidikan: Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan. Rineka Cipta, Jakarta, Indonesia.
Thoha, M. Chabib. 2001. Teknik Evaluasi Pendidikan. PT. Raja Grafindo, Jakarta, Indonesia.
Tim Penyusun PPS Unsri, 2004. Pedoman Umum Format Penulisan Tesis/Disertasi Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya. Program Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya, Palembang, Indonesia.
Vredenbregt, J. 1985. Pengantar Metodologi untuk Ilmu-Ilmu Empiris. Terjemahan oleh: A.B. Lapian dan E.K.M. Masinambow PT. Gramedia, Jakarta, Indonesia.
Wilkinson L., Gene. 1984. Media dalam Pembelajaran: Penelitian Selama 60 Tahun. Terjemahan Oleh: Tim Pustekkom Dikbud. Pustekkom Dikbud dan CV. Rajawali, Jakarta, Indonesia.
Wijaya, Cece, D. Djadjuri, A.T. Rusyan. 1988. Upaya Pembaharuan dalam Pendidikan dan Pengajaran. Remadja Karya CV., Bandung, Indonesia.
Winataputra, Udin S. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Penerbit Universitas
Terbuka, Jakarta, Indonesia.
Woolfolk, Anita E. 1998. Educational Psychology. A Viacom Company, Needham Heights. USA.
Yahya, Yudrik. 2003. Wawasan Kependidikan. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta, Indonesia.
Yamin, H. Martinis. 2008. Paradigma Pendidikan Konstruktivistik: Implementasi KTSP dan UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Gaung Persada Press, Jakarta, Indonesia.
Zuhriah, Nurul. 2006. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Bumi Aksara, Jakarta, Indonesia.